Uswah

Mengenang 1000 Hari Allah Yarham KH Muchit Muzadi # Selayang Pandang

Pemberangkatan Jenazah KH Muchit Muzadi

Malang- pcnumalangkota.or.id

Oleh : HM. Misbahus Salam

        Sudah 1000 hari lamanya Alm.  KH.  Abdul Muhith Muzadi wafat,   meninggalkan  kita terutama santri santri beliau.  Bagi kami Kyai Muhith bukan hanya guru yang telah memberi ilmu,  tapi beliau sosok tokoh yang patut jadi suri tauladan dalam berfikir dan bersikap.

     Kyai Muhith dikenal pemikir dan penulis konsep Khittah NU bersama sahabatnya KH.  Achmad Shiddiq.  Tulisan Naskah Khittah NU yang shalihun fi kulli zaman untuk menjadi pedoman beragama,  berbangsa dan bernegara bagi warga NU khususnya dan masyarakat Indonesia merupakan sejarah yang tidak bisa dilupakan.  Dari itulah KHR.  As’ad Syamsul Arifin meminta Kyai Muhith agar mengajar di Ma’had Aly Sukorejo.

     Kyai Muhith sangat dekat dengan kalangan anak anak muda walaupun usia beliau sudah sepuh.  Masih selalu saya ingat, saat beliau mengajar di Ma’had Aly Sukorejo,  datang naik Bus dan becak,  lalu saya diamanati oleh Kyai Fawaid disuruh ngantar dengan mobil pulang ke Jember,  dan sering juga beliau pulang naik Bus.  Di atas mobil Kyai Muhith selalu meladeni diskusi, cerita pengalaman dan menyampaikan ilmunya.

     Kyai Muhith dimana mana terkenal konseptor Khittah NU,  sehingga perjalanan NU pasca muktamar Situbondo tidak lepas dari bimbingan dan arahan Kyai Muhith.  Gus Dur saat itu sangat hormat pada Kyai Muhith. Bahkan Kyai Muhith pernah diminta oleh Gus Dur agar berdomisili di Jakarta. Karena fikiran fikiran Kyai Muhith sangat dibutuhkan oleh PBNU. Namun Kyai Muhith memilih tinggal di Jember.

     Ketika KH Achmad Shiddiq menjadi Rais Am Syuriyah PBNU yang saat itu dituntut untuk membuat rumusan konseptual mengenai Aswaja, menuntaskan hubungan Islam dengan negara dan mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam, serta strategi pengembangan masyarakat NU, maka KH Achmad Shidiq semakin membutuhkan pikiran Kyai Muchit. Karenanya ia diangkat sebagai sekretaris yang sekaligus penasehat pribadinya.

      Dengan dibantu Kyai Muchit, maka langkah Kiai Ahmad (panggilan KH Ahmad Shiddiq) mampu mengimbangi gerak pembaharuan yang dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wachid (Gus Dur), sehingga dalam waktu singkat NU menjadi organisasi yang sangat maju, dan berperan besar baik dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan termasuk kenegaraan.        Sukses duet Gus Dur dan Kiai Achmad ini tidak bisa lepas dari pikiran kreatif Kyai Muchit Muzadi yang menjaga “dapur” pemikiran Kiai Achmad.

      Di Jember Kyai Muhith tetap ngajar dan baca kitab di Masjid Sunan Kalijogo serta istiqamah menyampaikan pengajian  setiap malam selasa kliwon di Kantor PCNU Jember.

      Kyai Muhith sosok Kyai yang sederhana,  dan jadi inspirator bagi kalangan akademisi untuk membuat tulisan tentang ke NU an,  keagamaan, kebangsaan dan kenegaraan baik dari sisi ajaran, sosial dan politik.

      Beberapa peneliti baik dari dalam dan luar negeri  datang , sowan ke Kyai Muhith untuk wawancara. Beliau selalu menerima dan melayani dengan akrab dan kekeluargaan. Hasyim Muzadi selaku adik kandung Kyai Muhith yang menjabat ketua Umum PBNU dua periode bila ada masalah sulit terkait NU selalu konsultasi pada Kyai Muhith, disamping beliau santri dari KH.  Hasyim Asy’ari yang banyak tahu tentang NU.

      Dengan rujukan pemikiran Kyai Muhith,  terutama isi Khittah NU KH.  Hasyim Muzadi dapat memimpin NU dengan sukses dan dikagumi serta dihormati oleh dunia nasional maupun internasional.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button