Sekilas Biografi Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, Wali Alloh yang bersemi di kota Bunga
“Ketika kita mencari ilmu, kita bisa mendapatkannya dalam kitab-kitab atau buku. Namun, ketika kita mencari barokah, tidaklah kita mendapatkan kecuali dengan mendekat kepada orang-orang yang sholeh. Karenanya, hati yang bersih itu bisa membuka dan mengenal orang-orang yang besar di sisi Allah SWT. Dan, kebersihan hati itu merupakan anugerah dari Allah SWT. Orang yang mengenal ilmu banyak, sedangkan orang yang memiliki barokah sedikit, dan seseorang yang memiliki ilmu dan barokah lebih sedikit.” – Al Ustadz Imam Al Habr Al Quthub Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih ra, Pendiri dan Pengasuh Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang.
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dilahirkan pada hari Selasa, 15 Shofar 1316 H/1898 M di Kota Tarim Hadramaut, Yaman Selatan. Tanda-tanda kebesaran beliau telah tampak sejak dalam kandungan ibundanya. Sehari menjelang kelahirannya, Al Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih ra, ayahnya didatangi tokoh ulama terkemuka di Tarim, yakni Habib Imam Syaikhon bin Hasyim Assegaf teman dekat ayahandanya. Dalam pertemuan itu, Habib Syaikhon bermimpi mendapat amanat kitab suci Al Qur’an dari Sulthonul Aulia Syekh Abdul Qodir Al Jaelani ra untuk diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih ra.
Mimpi itu merupakan pertanda akan munculnya seorang besar yang menjadi kenyataan di kemudian hari. Hingga selanjutnya, sewaktu putranya lahir oleh Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih ra. diberi nama Abdul Qodir sebagai tauladan dengan harapan, semoga putranya mendapat maqom seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani ra. Tampaknya Allah SWT mentakdirkan keinginan dan cita-cita ayahanda Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, dan beliau menjadi ulama besar dan wali yang menguasai ilmu sangat luas, baik syariah thoriqoh dan hakekat.
Menurut Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Alaydrus, cucu menantu Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, sejak kecil Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih tergolong anak yang sangat rajin, tekun dan ulet dalam mencari ilmu. Pada usia tergolong anak-anak, yakni sekitar 7 tahun telah hafal Al Qur’an. Demikian juga pada usia muda, beliau dikenal sebagai orang yang penuh perhatian besar terhadap ilmu, dan menaruh penghormatan yang tinggi terhadap guru-gurunya. Bahkan pada usianya sekitar 20 tahun oleh salah seorang gurunya telah dipercaya memberi fatwa. Kiranya tidak berlebihan, jika kemudian salah seorang gurunya, yakni Al Habib Imam Alwy bin Abdullah bin Syihab ra mengatakan, bahwa Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dalam bidang fiqih bagai adzroi tasawuf, demikian juga dalam bidang ilmu dan kesusasteraan bagaikan lautan tak bertepi.
Diantara guru-guru beliau, Habib Imam Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, Habib Imam Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Imam Badullah bin Idrus Al-Aidrus, Habib Imam Ali bin Muhammad Al Habsyi, dan Habib Imam Ahmad bin Hasan Alatas, serta beberapa habaib lainnya.
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih hijrah meninggalkan kota Tarim atas perintah maha gurunya untuk menyebarkan ilmu dan berdakwa Islam meneruskan kakek-kakek beliau, dan para salafus sholeh. Namun sebelum meninggalkan Kota Tarim, beliau sempat mendirikan Jam’iyyah Ukhuwah wal Mua’awanah dan Jam’iyyah An-Nasrhr wal Fadhol, sebuah organisasi sosial pada tahun 1919 M. Kemudian menuju Sewon, Aden, Mekkah, Madinah, Damaskus, Siria, Mesir, Maroko, dan negara-negara di Afrika Barat, Palestina, Pakistan, India, dan menuju Singapura, Malaysia, serta ke Indonesia.
Pada tahun 1930 M diangkat menjadi Direktur Al Khoiriyah Surabaya, dan pada tahun itu juga beliau melaksanakan ibadah haji dan berziarah ke makam Baginda Rasulullah SAW bersama Al Habib Imam Syaikhon bin Hasyim Assegaf. Pada kesempatan itu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih mempergunakan kesempatan untuk saling memberi dan menerima ijazah-ijazah serta tukar menukar isnad dan silsilah hadits dari ulama-ulama.
Pada tahun 1358 H/1938 M mendirikan Madrasah Ar-Robithoh, dan pada 12 Rabiul Awal 1364/15 Februari 1945, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih mendirikan Pesantren Darus Hadits Al-Faqihiyah Liahlussunnah wal Jama’ah di Jl Aries Munandar Malang. ”Selain mengajar di pesantren, beliau juga menjadi dosen di IKIP Malang, dosen ilmu tafsir di IAIN Sunan Ampel Malang, serta diangkat menjadi Advisur Menteri Penghubung Alim Ulama RI,” kata Habib Sholeh bin Ahmad, tokoh ulama muda di Malang, yang kini tekun meneruskan cita-cita Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih mengembangkan pesantren Darul Hadits, dan membuka majlis taklim.
Kehidupan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih hampir sepenuhnya dicurahkan untuk perjuangan agama, menyebarkan ilmu. Seperti mengajar di pesantren, menjadi pengasuh pengajian di Masjid Agung Jami’ Malang setiap Kamis malam Jumat, dengan kitab Bukhori-Muslim, menjadi Kepala Sekolah MI Attaraqqie sekitar tahun 1951, serta mencetak kader-kader militan Islam, selain turut berjuang merebut kemerdekaan.
Diantara santri atau kader beliau, menurut Habib Sholeh, antara lain; KH Quraisy Shihab, mantan Menteri Agama, KH Abdul Hamid Abdullah Pasuruan, Habib Alwy bin Salim Alaydrus, Habib Ahmad bin Salim Alaydrus, Habib Bakir bin Sholeh Mauladdawilah, Ustadz Abdullah Abdun, Habib Muhammad bin Husain Ba’abud, Pengasuh Pesantren Darun Nasyi’in, Lawang, Habib Syekh Jufri Jakarta, Habib Syarif bin Jindan, dai kondang pada masa Presiden Soekarno, serta beberapa kiai, dan habaib lainnya.
Beliau memang dikenal mumpuni dalam ilmu syariat, thoriqot. Bahkan, mempelajari berbagai macam thoriqoh. Namun yang beliau tekuni dan disebarluaskan adalah thoriqoh Al Alawiyah Al Mu’tabaroh, sekaligus sebagai mursyid thoriqoh tersebut. ”Pada masa hidupnya, cukup dikenal sebagai seorang yang amat waro’. Jangankan perkara yang haram, perkara yang makruh, beliau tak mau melakukannya,” ujar Habib Sholeh, yang juga kemenakan Habib Alwi bin Salim Alaydrus, dan juga Kepala MTs Attaraqqie.
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih wafat pada hari Selasa 21 Jumadits Tsani 1382, bertepatan pada tahun 1962 M, dan dimakamkan di pemakaman umum Kasin, Malang. Beliau mempunyai dua putra, yang pertama Habib Ahmad bil Faqih, yang meninggal di Lombok, dan Prof DR Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih Al Alawy ra, tokoh ulama ahli hadits, yang menjadi generasi penerus pesantren Darul Hadits