ArtikelOpiniSerba-serbi

Gelora Jihad Sebagai Santri

Gelora Semangat Jihad Santri

 

Ruhul jihad perjuangan dan pengorbanan seorang santri merupakan tanda bahwa identitas sebagai seorang santri sangat mulia di kalangan masyarakat. Santri seringkali disebut sebagai naibul ulama’ (pengganti ulama’) yang hidupnya mulai dari berfikir, sikap dan bertindak senantiasa nyambung kepada Allah SWT dan tetap istiqomah melaksanakan furudlul ‘ainiyah. Hal itulah yang pertama kali didawuhkan oleh beliau Kiai Zuhri Zaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Pena sejarah mencatat bahwa kaum santri selalu tampil kreatif memberi sumbangsih dan mencurahkan drama baktinya bagi eksistensi bangsa dan negara. Santri pula pemecah polemik yang terjadi di masyarakat dengan kedalaman luhur nilai – nilai spiritual, keluasan ilmu yang berciri Robbani dan keagungan akhlaknya yang meneduhkan jiwa. Hal ini dipelajari kaum santri dalam proses jihad belajarnya di Pondok Pesantren.

Pengalaman menjadi siswa umum pasti pernah dirasakan santri. Tetapi pengalaman menjadi santri belum tentu bisa dirasakan oleh siswa umum. Pepatah entah berantah ini mungkin ada benarnya juga. Pengalaman – pengalaman yang dimiliki santri tentu saja tidak akan sama dengan pengalaman – pengalaman yang dialami oleh siswa di sekolah umum. Sebab seorang santri hidup dan digembleng tentang arti solidaritas, tenggang rasa, dan kebersamaan, memperoleh integral dari sosial moral sampai keterampilan hidup. Hal ini akan menumbuhkan jiwa kemadirian dan kedewasaan. Menyeka air matanya sendiri untuk menguatkan jiwanya saat tinggal jauh dari keluarganya, dan tidak bergantung selain kepada tuhanNya.

Senada dengan kalam hikmah Imam Syafi’i yang kerap kali menjadi motivasi seorang santri yaitu “Kau akan mendapatkan pengganti dari orang – orang yang engkau tinggalkan, berlelah – lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”. Kaum santri belajar keduniaan dan keakhiratan serta mengaitkan kedua ilmu itu dalam kehidupannya. Ilmu syariat ubudiyah berhubungan dengan dengan aturan – aturan yang langsung dari Allah Swt. sementara Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) itu sunnatullah yang merupakan tradisi yang diciptakan Allah SWT di dalam penciptaan dan mentakdirkan hal – hal yang ada di dunia ini. Hal ini merupakan upaya memperkuat ciri khas dan karakter pendidikan pondok pesantren dalam integrasi ilmu pendidkan.

Santri tidak hanya diyakini sebagai komunitas yang memiliki basis keilmuan agama yang jelas tapi juga memiliki pijakan moral dan tanggung jawab sosial. Perannya sangat fundamental di masyarakat yakni sebagai teladan bagi umat khususnya di Indonesia. Karakter santri tersebut berwujud kepekaan perilaku terhadap realitas sosial yang sedang berkembang untuk kemudian diperbaiki dan diberdayakan melalui ilmu agama maupun umum. Kesemuanya itu ditempa dan dipelajari di pondok pesantren.

Di era milenial, masyarakat khususnya orang tua santri sepenuhnya memberikan kepercayaan pendidikan yang melekat kepada pondok pesantren. Bahkan dari mulai madrasah ibtida’iyah sampai perguruan tinggi, orangtua santri lebih memilih sekolah yang berbasis ma’had atau pondok pesantren. Hingga saat ini tidak hanya berdiri pondok pesantren berbasis salafy, bahkan muncul pondok pesantren modern maupun semi modern. Hal ini menunjukkan betapa mulianya peran pondok pesantren dan agungnya identitas sebagai santri. Sesuai dengan kalam KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab turatsnya “ Adabul ‘Alim wal Muta’allim “ ( العلماء ورثة الأنبياء) “ Orang yang berilmu merupakan pewaris para nabi “.

Disinilah pondok pesantren sejatinya mengejawantahkan beberapa fungsi dalam perannya, yaitu pertama, pondok pesantren sebagai media pengkaderan bagi pemikir – pemikir agama. Maksudnya adalah, seorang santri yang belajar di pondok pesantren dididik mengenai pemecahan masalah kontemporer yang terjadi pada umat melalui metode bahsul masail. Kegiatan ini mengkaji beberapa kitab-kitab klasik maupun kontemporer yang mu’tabarah sebagai jalan pemecahan masalah selama dalil rujukan yang ditetapkan tidak didapati di Al Qur’an dan Sunah.

Kedua, pondok pesantren sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (SDM) dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. Dalam mengimplementasikan fungsi tersebut, pondok pesantren menitikberatkan pada adanya panca kesadaran santri dan trilogi santri. Panca kesadaran (Al Wa’iyah Al Khomsah) ini meliputi kesadaran beragama, kesadaran berilmu, kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta berorganisasi. Hal ini dikenal dengan salah satu pilar dan dasar kemandirian seorang santri pondok pesantren yang ada di Indonesia, yaitu PP. Nurul Jadid.

Sedangkan yang dimaksud trilogi santri yaitu memperhatiakn kewajiban personal atau fardlu ‘ain, mawas diri dengan meninggalkan dosa – dosa besar, serta berbudi luhur pada Allah SWT dan makhluknya. Pilar dan dasar kemadirian pondok pesantren tersebut, dikemas menjadi berbagai macam kegiatan yang harus dilakukan dan dibiasakan oleh seorang santri, misal, ngaos kitab secara bandongan yang dipimpin langsung oleh sang murabbi, sholat berjama’ah, dan melaksanakan berbagai macam shalat sunah muakkadah, kajian bahtsul masail, study club, ta’lim madrasah diniyah, dan amaliyah – amaliyah dzikir rutinan.

Setelah melewati berbagai proses studinya di pondok pesantren, amanah terbesar seorang santri adalah mengamalkan ilmunya kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan kalam KH. Hasyim As’yari dalam kitab turatsnya, beliau mengatakan bahwa ثمرة العلم للعمل “ Hasil dari suatu ilmu itu untuk diamalkan “. Hal ini senada dengan kalam pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, beliau mengatakan: ”Saya tidak ridho, jika santri saya tidak berjuang di masyarakat”. Dapat disimpulkan, bahwasannya output santri yang mengais ilmunya di pondok pesantren, merupakan agent of change kokohnya agama, bangsa dan negara, dimana ilmu secara definitif didefinisikan mengetahui yang tidak diketahui (Idrakul Majhul).

Di era milenial, terdapat berbagai macam metode yang dapat memudahkan seorang santri memperlajari ilmu alat (nahwu sharaf) dengan kualitas pemahamannya dan akselerasi, sehingga seorang santri tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya. Misalnya, metode amsilati, metode nubdatul bayan dan lain sebagainya. Hal ini juga dalam menghafal Al- Qur’an, di Indonesia, terdapat pondok pesantren yang dapat membantu seorang santri dalam menghafal Al Qur’an dalam kurun waktu yang relatif cepat sekitar tujuh bulan seorang santri khatam 30 juz serta mengetahui letak ayat dan urutan surahnya. Pondok pesantren dikenal dengan Pondok Pesantren Motivator Qur’an. Pondok pesantren ini memiliki berbagai program unggulan, salah satunya Hypnotic Qur’an dan Finger Qur’an. Hingga saat ini, pondok pesantren ini sudah mempunyai cabang di penjuru nusantara. Ayat ayat suci didendangkan dengan fasih, seni bahasa begitu lihai dituturkan, menjunjung tinggi ilmu Tuhan, untuk menjadi insan kamil harapan Tuhan.

Hal ini menunjukkan, bahwa menjadi seorang santri, merupakan suatu kebanggaan pada jiwa yang mengaku ia santri. Dengan keluhuran integrasi ilmu sains dan agamanya, menjadi gelora jihad yang tak terlupakan sepanjang hidupnya. Dengan hajat seorang santri bahwa hajatnya di dunia, senantiasa semesta mudahkan sedangkan hajatnya di akhirat kelak Allah ampunkan.

Jihad santri simbol kecintaannya akan agama, bangsa dan negara, khususnya negara Indonesia. Hal ini tercermin dalam sya’ir lagu Yalal Wathan karangan Syeikh Wahab Hasbullah. Lagu tersebut berisi ajakan agar senantiasa seorang santri dengan kedalaman ilmunya, amaliyah akhlaq serta ubudiyahnya menjadi rujukan kehidupan masyarakat kelak. Karena bagi seorang santri, kebahagiaan hakiki adalah saat dirinya bisa memberi manfaat kepada makhluk lainnya. Tak jemu dikenal bahwa seorang santri dikenal sebagai khadim (pengabdi) bagi umat manusia yang lain.

 

Oleh: Ulfiatul Mu’arofah (Santri alumni PP. Nurur Jadid Paiton Probolinggo. Mahasiswa PAI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button