ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Dua Sisi Kehidupan Santri Millenial

Budaya Ala Santri Yang Perlu Dipertahankan

 

Santri identik dengan karakter kesabaran. Setiap hari berproses dan belajar di pondok pesantren dilalui dengan karakter kesabaran yang sangat tinggi. Sabar dalam menghadapi kondisi pondok pesantren yang serba sederhana, sabar dalam menuntut ilmu. Apalagi kesabaran tersebut dilakukan dengan perilaku yang santun dan beradab. Maka, tidak heran apabila dikatakan kesabaran seorang santri dibarengi dengan kesantunan dalam bertindak. Menjadi santri tidaklah harus pintar dalam segala ilmu. Sisi yang terpenting adalah rasa ta’dzim kepada Romo Kyai.

Kehidupan santri itu ibarat memiliki motor yang rusak. Sedangkan pondok pesantren diibaratkan seperti Bengkel kendaraannya. Romo Kyai diumpamakan sebagai montir. Oleh karenanya santri yang mengalami kerusakan hati, selalu mengikuti arahan maupun pituduh sang montir (Romo Kyai). Setiap montir selalu memiliki niat dan komitmen yang terbaik untuk memperbaiki sepeda motornya. Sikap yang perlu dipahami oleh santri ketika dilaksanakan pendidikan “reparasi hati dan pikiran” dari Romo Kyai adalah bersabar dan selalu berpikir positif. Semua ajaran agama yang ditanamkan oleh Romo Kyai adalah bekal untuk menjalani kehidupan santri yang lebih baik dari hari ke hari.

Namun dibalik itu semua, ada sebuah ironi manakala melihat realitas pendidikan saat ini. Banyak kasus di tempat lain, yang menjadikan hati kita sebagai santri terasa miris. Misalnya, saat seorang wali murid melaporkan guru dari anaknya hanya dikarenakan guru dianggap memukul muridnya. Hal ini harus dilihat secara lebih detail, apakah memukulnya bagian dari pemberian materi kedisiplinan dalam belajar ataukah memang ada celah untuk melampiaskan hawa nafsu amarah dari guru. Apabila pemukulan guru kepada murid atas dasar kedisiplinan murid yang dianggap masih kurang, maka ini sebagai cara guru agar murid memahami bahwa sikap kedisplinan dalam dirinya perlu ditingkatkan. Dalam pandangan santri, peristiwa seperti itu,perlu disikapi dengan kesabaran dan selalu mengingatkan dalam hati bahwa apa yang dilakukan guru kepada murid merupakan sebuah pendekatan pendidikan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan murid menangkap pelajaran yang disampaikan guru

Melihat fenomena tersebut,sudah sepatutnya dikembalikan kepadamakna filosofis bahwa murid atau santri itu ibarat sepeda motor yang rusak. Guru sebagai montir memiliki wewenang untuk memperbaiki kondisi sepeda motor yang rusak tadi. Entah dilakukan dengan berbagai cara, semisal dipalu, diobeng, ataukah Dibongkar.

Itu semua dilihat dari seberapa parah kondisi sepeda motor yang hendak diperbaiki. Hal ini dilakukan guru-guru supaya anak didiknya menjadi anak yang benar. Setiap perbuatan guru dalam dunia pendidikan, selalu memiliki maksud baik untuk mendidik. Tanpa adanya kenakalan murid yang luar biasa, rasanya guru tidak mungkin melakukan kegiatan pemukulan di luar batas kemanusiaan.

Bagi santri milenial, pemukulan guru kepada murid dianggap sebagai sesuatu yang aneh. Saya sendiri merupakan santri melenial yang lahir di era 90-an. Saya sendiri memahami bahwa terkadang guru melakukan tindakan kasar dipicu oleh sesuatu dari luar. Santri milenial apabila melihat fenomena kekerasan dalam dunia pendidikan, maka melihatnya harus secara jernih. Tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi.

Dalam perspektif lainnya, menjadi santri milenial harus mampu bersaing dengan dunia luar. Santri Melenial juga mempunyai jiwa kewirausahaan dan berkreasi yang baik. Santri milenial butuh dilatih semaksimal mungkin supaya mampu mewujudkan suatu bangsa yang maju, sudah banyak pondok pesantren besar yang ada di Indonesia, Sekitar 30 ribu lembaga dengan kapasitas santri sekitar 5 jutaan santri.

Perhatian pemerintah terhadap santri dan pondok pesantren semakin meningkat dan serius. Alhamdulillah, pada tahun 2018 lalu, Kementrian Perindustrian menargetkan 18 Pondok Pesantren menjadi percontohan dalam melaksanakan program santripreneur. Sasaran pondok pesantren yang dibidik meliputi delapan di wilayah Jawa Barat, lima di wilayah Jawa Tengah, dan lima di Wilayah Jawa Timur. Ini menjadi pelecut dan motivasi bagi santri untuk terus mengembangkan diri. Di satu sisi, ini menjadi angin segar bagi santri untuk membuka ruang aktualisasi diri seluas-luasnya. Sedangkan di sisi lain ini sebagai pembuktian bahwa santri dapat menjadi andalan dalam mengisi pembangunan di Indonesia.

Peluang pemberdayaan potensi santri, menurut hemat penulis sangatlah bermanfaat. Bukan hanya untuk santri saja, namun juga bagi kemajuan suatu bangsa. Hal ini mengandung pengertian bahwa mengembangkan sumber daya manusia di lingkungan pondok pesantren,maka santri menjadi aktor utama dan kuncinya. Adanya gerakan semacam santripeneur merupakan momentum pentimg dalam meneguhkan pemberdayaan ekonomi masyarakat muslim khususnya bagi santri di pondok pesantren. Potensi santri mileneal ini cukup besar, Terlebih lagi jumlahnya santri sekarang sudah cukup banyak, Mereka Sudah Mampu Produktif. Hal itu merupakan komitmen bersama untuk membangun bangsa khususnya di dunia pendidikan pondok pesantren.

 

Oleh: Muhammad Fauzi (Santri Madin al-Ikhlas Rembang Pasuruan)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button