ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Semangat Jihad Santri Dulu dan Sekarang

Semangat Jihad Santri

 

Kemerdekaan Republik Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari peran para santri. Semangat juang yang tinggi dan berani mati, membuat para penjajah kewalahan untuk menghadapi para pejuang Indonesia. Tidak diragukan lagi, dengan dibekali keberanian dan ucapan seorang kyai membuat semangat juang para santri pejuang berkobar seperti api. Santri yang turut berpartisipasi dalam mengusir para penjajah tidaklah dapat dilupakan begitu saja.

Pada masa lalu, santri dipersiapkan selain sebagai pendakwah dan penyiar agama Islam, santri juga diajarkan berjuang untuk merebut kemerdekaan. Bukan bermaksud sebagai provokator kekerasan, tetapi sebagai simbol perlawanan penjajah. Karena dulu, santri selain belajar dan menuntut ilmu agama Islam, mereka juga berjihad untuk membela negara. Peranan santri pada masa lalu terlihat paling menonjol dalam hal pergerakan, memimpin dan melakukan perjuangan untuk mengusir penjajah. Peranan santri pada masa sekarang lebih terfokus membantu pemerintah dalam hidup bersosial kepada masyarakat melalui program- programnya. Peranan santri pada masa yang akan datang, menjadi salah satu solusi dalam menyeimbangkan pendidikan akal dan hati serta menjadi benteng pertahanan terakhir moral bangsa.

Pada masa sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, istilah santri sudah dikenal luas oleh masyarakat. Santri sendiri identik dengan orang yang berdomisili di pondok pesantren dengan tujuan menuntut ilmu agama Islam. Pada masa lalu, santri sudah dilihat sebagai bagian penting dari penduduk Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Kiprah santri untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sangat menonjol. Sebab,santri sudah di ajarkan oleh kyainya bahwa jihad itu suatu kewajiban apalagi untuk mempertahankan negaranya. Bahkan, para ulama’ memfatwakan bahwa menjaga kemerdekaan adalah fardu ‘ain, yaitu wajib bagi setiap individu. Kegigihan santri untuk membela negara tidak diragukan lagi, mereka sanggup menerima apa pun hal yang terjadi. Apabila gugur dalam medan pertempuran maka dianggap syuhada’ atau mati syahid dikarenakan berjihad di jalan Allah SWT dengan membela tanah air.

Semangat jihad fii sabilillah adalah perekat kuat di negeri ini, melebihi pembelaan terhadap suku ataupun ikatan lainnya. Salah satu kisah menarik perjuangan kaum santri untuk membela tanah air adalah perlawanan mengusir para penajajah Inggris yang terjadi di Surabaya. Kisah ini ada kaitannya dengan santri yang berada di daerah Jawa Timur. Dalam tempo singkat, Surabaya guncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid dan dari musholla ke musholla tersiar seruan jihad yang dengan suka cita.

Seruan tersebut disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang. Demikianlah, sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya. Ini yang menyebabkan mereka dengan tegas dan berani menolak kehadiran tentara sekutu yang sudah mendapat izin dari pemerintah pusat di Jakarta. Perjuangan santri ketika itu sangat-sangat berkobar. salah satu dari ribuan santri ada yang memberanikan diri untuk menyobek bendera Belanda yang berada di ujung tiang di hotel, yang kemudian disobek menjadi bendera Indonesia. Bukan hanya itu, salah satu dari ribuan santri pun ada yang membunuh Jendral Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk merebut kota Surabaya.

Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo menceritakan Resolusi Jihad pada Oktober 1945 saat itu yang menjadikan para kyai dan santri akhirnya bersatu melawan penjajah. Hal itu disampaikan Panglima saat menyampaikan pidatonya di hadapan ribuan santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Pidato itu dibacakan oleh Kasum TNI Laksdya Didit Herdiawan. Bapak Gatot menyatakan sejarah telah mencatat peristiwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 itu menekankan kewajiban umat Islam untuk mempertahankan Indonesia. “Resolusi Jihad pernah dikumandangkan oleh Rais Akbar Nahdatul Ulama KH Hasyim Asya’ri yaitu jihad fisabilillah yang berarti wajib hukumnya bagi rakyat membela negara” kata Gatot dalam siaran resmi. Oleh karena itu, sambungnya, santri dan ulama memiliki peran penting untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dia juga menuturkan rakyat, ulama dan santri merupakan cikal-bakal kekuatan TNI. “Setelah Indonesia merdeka, laskar-laskar dari para ulama dan santri tersebut berhimpun menjadi Tentara Keamanan Rakyat atau yang saat ini disebut Tentara Nasional Indonesia” ujar Panglima TNI.

Kami sebagai kaum santri yang hidup pada masa kini hanya bisa mendengarkan cerita yang disampaikan oleh santri-santri terdahulu. Perjuangan mereka pada masa lalu begitu berat, mengusir para penjajah. Sebetulnya, perjuangan yang lebih berat lagi ada pada masa kini dan masa yang akan datang. Karena perlawanan pada masa kini melawan orang-orang sekitar dan diri sendiri.

 

Oleh: Rifqi Hawari (Santri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button