ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Peran Santri dalam Meneguhkan Toleransi Beragama di Indonesia

Teloransi Santri, Menjaga Kemajemukan dan Kebhinekaan

 

Santri memiliki kewajiban untuk menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang damai. Seseorang yang mengikuti ajaran agama Islam dan memperdalamnya maka akan mengerti bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mendirikan perdamaian antara manusia dengan Allah SWT, perdamaian antara sesama manusia, dan perdamaian antara manusia dengan makhluk Allah lainnya. Apabila dikaitkan antara Islam dengan teroris sangatlah bertolak belakang, Sebab Islam selalu mengajarkan perdamaian sedangkan teroris menindas perdamaian.

Jelaslah bahwa peran santri sebagai sosok yang menjelaskan Islam sebagai agama anti terorismes sangat dinantikan. Perannya sebagai edukator sangat dibutuhkan terutama terkait dengan penjelasan bahwa Allah SWT tidak mengajarkan paksaan dan kekerasan dalam Islam. Islam juga memastikan bahwa kaum beriman diciptakan untuk mencapai akhlak yang tinggi, berperilaku adab yang baik, dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia yang bisa mengubah mereka menjadi orang-orang yang mencintai umat manusia dengan tulus tanpa membeda-bedakan perbedaan agama, ras maupun status sosial. Tidak ragu lagi bahwa Islam menganjurkan diskusi yang atas dasar rasional dan logika dengan orang dari semua agama dan kepercayaan dengan cara nyaman dan tidak memihak.

Dengan begitu, upaya ideal yang dibangun santri sebagai mediator adalah dengan mempersatukan bagian-bagian terpisah terkait konflik antar umat beragama dengan menumbuhkan dikap saling toleransi atau menghormati dan menghargai. Sikap toleransi yang kemudian dikembangkan santri dapat dilakukan melalui kegiatan saling tukar pikiran atau biasa disebut diskusi lintas agama. Dengan catatan dari masing-masing kepercayaan tidak membahas soal keimanan, karena apabila sudah membahas keimanan maka diskusi tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Selain berbeda kepercayaan, diskusi yang disampaikan tidak akan nyambung. Sikap toleransi dapat menghindarkan terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Sebagaimana diketahui bahwa toleransi adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Oleh karena itu, wacana toleransi bagi santri tidaklah sesuatu yang asing. Santri memahami bahwa toleransi merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam. Dalam pandangan Barat toleransi (tolerance) dimaknai menahan perasaan tanpa protes. Berbeda dengan Islam, Islam menyebut toleransi dengan tasamuh. Tasamuh memiliki kemudahan artinya, Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing, tanpa ada tekanan dan tidak mengusik etauhidan. Dalam konteks sosial dan agama, toleransi dimaknai, sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat, seperti toleransi beragama di mana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Konsep tasamuh dalam Islam mengandung konsep rahmatan lil ‘alamin.

Namun, dalam memandang toleransi beragama tersebut, seorang santri harus selalu mengkaji bagaimana toleransi dalam arti yang sesungguhnya.apabila merujuk kepada ajaran Islam, toleransi bukanlah dimaknai untuk saling melebur dalam keyakinan. Peran santri sebagai agen yang memperkuat toleransi dijalankan dengan saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak- haknya, tanpa timbul adanya suatu kecurigaan.

Dapat diketahui bahwa batasan toleransi dalam Islam adalah tidak memasuki urusan atau wilayah keagamaan dari masing-masing pemeluk agama atau tidak mencampurkan ibadah. Umat Islam boleh menerima bantuan dari non-muslim asal tidak ada fitnah yang besar yang bersifat agama atau politisi yang membahayakan dan umat Islam tidak boleh membantu mereka (non-muslim) dalam kemaksiatan, juga tidak boleh berpakaian dengan simbol-simbol khas keagamaan mereka. Namun demikian, penerapan toleransi kaum muslimin terhadap agama lain perlu memperhatikan batas-batasnya yaitu antara lain, tidak melampaui batas akidah sehingga terjerumus dalam kekufuran, seperti rela dengan kekufuran, ikut meramaikan hari raya agama lain dengan tujuan ikut mensyiarkan kekufuran, dan semisalnya.

Dalam pandangan negara, Indonesia mengakui adanya 6 agama yang dianut masyarakatnya, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Kong Hu Cu. Sungguh suatu keberagaman yang cukup banyak. Apalagi bila ditambah dengan berbagai agama lain yang dianut oleh warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Agama yang dianut warga negara asing selama sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia juga harus dihargai. Sesuai dengan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang menjadi dasar negara, yaitu Pancasila, maka toleransi beragama di Indonesia dikembangkan.

Nilai-nilai luhur pancasila tersebut sesuai dengan sila yang tercantum dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. UUD 1945 pasal 29 ayat 2, menguatkan tentang perlunya toleransi beragama yang harus dilaksanakan di Indonesia. Tidak mudah bagi santri untuk menjalankan toleransi dalam beragama di Indonesia yang bercampur dengan perbedaan suku, dan perbedaan-perbedaan lain yang menjadikannya semakin beragam. Beberapa kali terdengar gesekan antar umat beragama di Indonesia, tetapi santri berbekal semangat persatuan dan kesatuan masih bisa diatasi. Perlu diketahui bahwa tidak ada Negara Indonesia tanpa adanya berbagai suku, ras, budaya dan agama. Hal inilah yang perlu diperkuat santri dalam meneguhkan toleransi beragama serta itu ikut mewujudkan adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang damai dan berkeadilan sosial.

 

Oleh: Rifqi Hawari (Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button