Nasional
Gus Sholah: Tanpa Kiai dan Pesantren, Indonesia Hancur Berantakan
Jombang (numuda.com) – Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid menilai, sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah dan masyarakat luas. Hal itu diungkapkan Gus Sholah saat meresmikan berdirinya Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I), di Tebuireng, Sabtu (18/3).
Yayasan yang didirikan oleh belasan tokoh pesantren lintas ormas, cendekiawan lintas kampus, dan beberapa pengusaha muslim tersebut dimaksudkan untuk menguatkan peran pesantren dalam tiga ranah. Yaitu, pesantren sebagai benteng pembangunan karakter, pembangunan ekonomi umat, dan salah satu pilar kekuatan kepemimpinan bangsa.
Dalam sambutannya, Gus Sholah yang ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pembina YP3I mengulas peran pesantren dan ulama dalam sejarah perjalanan bangsa. “Kalau tidak ada kiai dan pesantren, maka patriotisme warga Nusantara –yang kemudian menjadi bangsa Indonesia– akan hancur berantakan,” ungkap Gus Sholah mengutip catatan Douwes Dekker.
Menurut Gus Sholah, harus diakui bahwa kalangan di luar pesantren adalah kelompok yang mulai menumbuhkan rasa kebangsaan dalam Kongres Pemuda II pada 1928. “(Tapi) nasionalisme yang mereka usung adalah nasionalisme yang tidak memberi tempat memadai bagi sesuatu yang berbau keislaman,” ujarnya di hadapan ratusan kiai yang memenuhi Aula H. Bachir Pesantren Tebuireng.
Adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini kemudian mengulas upaya-upaya peminggiran Islam dalam catatan sejarah. “Dalam buku berjudul ‘The Idea of Indonesia, A History’ karya RE Elson, tidak ada tempat bagi Islam. Nama KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan dan H Agus Salim tidak tertulis dalam buku itu. Buku karya Ricklefs juga bernada sama. Yang tertulis hanya nama HOS Tjokroaminoto,” tandasnya
Pada saat itu, imbuh Gus Sholah, pandangan kalangan luar terhadap pesantren dapat disimpulkan dari pidato Bung Karno saat mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari IAIN Ciputat pada 1964. Dalam pidato tanpa teks, Bung Karno mengkritik pesantren dengan menyebutnya sebagai gudang besar yang tidak punya pintu dan jendela, sehingga terasa pengap dan apek.
Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/76274/gus-sholah-tanpa-kiai-dan-pesantren-indonesia-hancur-berantakan