Jam'iyyahNasionalSerba-serbi

Liga Santri; Dari Karakter Pesantren menuju Sepakbola yang santun

Kamis, 27 Juli 2017
Jakarta: Liga Santri Nusantara (LSN) tidak hanya bertekad mencetak bibit unggul sepak bola di Indonesia. Di samping itu, panitia penyelenggara juga ingin agar budaya pondok pesantren bisa dibawa dalam pertandingan dan begitu juga sebaliknya.

LSN tahun ketiga dijadwalkan menggelar kick off di Pinrang, Sulawesi Selatan, pada 9 Agustus mendatang. Jumlah peserta yang berpartisipasi diprediksi semakin banyak karena akan diikuti hingga 1.024 klub atau pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Kompetisi dan Pertandingan LSN 2017 Mohamad Kusnaeni memaparkan, salah satu budaya pesantren yang bakal dibawa dalam pertandingan adalah menghormati orang tua. Jadi, para pemain atau peserta dilarang protes apabila sudah menerima keputusan wasit.

“Pelatih dan wasit itu kan termasuk orang tua. Jadi kalau ada yang terkena kartu kuning atau merah, si pemainnya enggak boleh marah,” kata Kusnaeni saat menghadiri peresmian LSN 2017 di Jakarta, Kamis (27/7/2017).

“Malahan, kalau ada yang dikartu merah. Pemain itu harus mencium tangan wasit terlebih dahulu sebelum meninggalkan lapangan,” tambah pria yang tenar disapa Bung Kus tersebut.

Dikatakan lebih lanjut oleh Bung Kus, manfaat sepak bola juga diharapkan bisa menular di pondok pesantren lewat LSN. Itu sangat penting dilakukan karena bisa mempengaruhi pembentukan karakter yang positif bagi generasi muda.

“Jadi bukan hanya belajar agama juga. Tapi, anak-anak pesantren juga harus sehat dan mengedepankan slogan mens sana in corpore sano, yakni di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat,” pungkas Bung Kus yang juga berprofesi sebagai komentator tersebut.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Periksa Juga
Close
Back to top button