ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Santri dan Ajaran Nguripi Pedagang

Santri Harus Mau Belajar Mandiri

 

Perihal makan menjadi salah satu kekhawatiran orang tua dan keluarga santri saat menitipkan anaknya untuk mondok. Hal ini juga sering ditanyakan teman-teman yang berniat mondok atau mengenal kehidupan di pondok pesantren. Cukup banyak calon santri yang menjadikan fasilitas makan sebagai pertimbangan memilih pondok pesantren. Hal itu terutama jika calon santri tersebut adalah pelajar.

Makan merupakan salah satu asupan energi sesorang, temasuk santri. Hal ini tidak bisa dihindari oleh santri. Menu makan yang umumnya dicari seorang santri adalah nasi. Bagi santri Nurul Huda Mergosono yang tidak mendapat jatah makan, – karena tidak terlibat takzim di dapur kyai-, difasilitasi dapur untuk masak sendiri. Pilihan lain yang diperbolehkan adalah mendatangi para penjajak nasi di sekitar pondok pesantren. Umumnya para penjajak nasi tersebut merupakan tetangga ndalem pondok pesantren sendiri.

Terdapat kurang lebih 60% dari jumlah santri di Pondok pesantren Nurul Huda Mergosono Malang yang membeli makan sendiri. Pihak ndalem sengaja tidak memfasilitasi makan bagi santri, meskipun banyak santri yang berasal dari luar kota, masih kecil, dan tidak masak sendiri. Tujuannya adalah untuk membantu menciptakan lapangan kerja bagi tetangga. Mereka mengenalkan semangat ini dengan istilah nguripi. Selain menyalurkan semangat nguripi tetangga, ndalem juga mengajak santri belajar memilih dan memilah penjual yang menjaga kebersihan dan kehalalan dagangannya. Hal ini dianggap sangat penting untuk diperhatikan bagi penuntut ilmu, khususnya santri. Tujuannya agar santri memeroleh ilmu yang manfaat, serta bekal di kehidupan mendatang.

Dengan demikian, para santri tidak kesulitan memenuhi kebutuhan utama ini. Ini yang menjadikan orang tua dan keluarga di rumah bisa tetap berbesar hati. Sebab hal tersebut tidak sampai kegiatan mengaji santri di ponsok pesantren. Di sekitar PP. Nurul Huda Mergosono saat ini, terdapat 10 tempat beli makan yang pedagangnya sayang santri, diantaranya adalah:

  1. Bu Anik

Bu Anik adalah salah satu tetangga pondok yang cukup andil menyediakan fasilitas sandang dan pangan para santri sejak pertama kali. Saat awal berdiri pondok, rumah beliau dijadikan pondok pesantren bagi sebagian santri putri. Letak rumah beliau yang diapit ndalem utama dan mushola, menjadikan rumah bu Anik tempat persinggahan yang strategis.

Menu masakan yang disediakan di warung beliau adalah masakan ala rumahan dengan harga yang sangat terjangkau. Hanya dengan Rp 3,000, perut santri yang keluar dari rumah Bu Anik sudah bisa kenyang terisi. Rasa masakannnya pun sangat lezat. Santri putra lebih banyak memilih makan di warung Bu Anik. Sebab, Bu Anik bahkan membolehkan santri untuk kasbon dan mempersilakan santri mengambil sendiri nasi dan lauk tanpa memperhitungkan porsi. Adapun para santri putri memilih tempat lain agar menghindari papasan santri putra, sehingga santri tidak menerima sanksi. Sayangnya, beliau telah dipanggil pada pertengahan Agustus 2019 lalu. Tentu saja peristiwa ini menciptakan duka di semua kalangan santri.

  1. Bu Endang

Letak rumah bu Endang tidak seterjangkau rumah Bu Anik. Seperti bu Anik, menu yang disajikan adalah masakan ala rumahan, tetapi harganya lebih mahal dibandingkan warung Bu Anik. Di warung Bu Endang, Rp 5,000 adalah harga termurah seporsi nasi. Dengan harga tersebut, santri bisa mendapat lauk tahu tempe, sayur dan kerupuk atau peyek sebagai teman nasi. Tidak banyak santri putra yang mendatangi warung Bu Endang, sehingga menjadi celah akses bagi santri putri.

  1. Bu Am

Bu Am memanfaatkan teras rumahnya untuk membuka warung nasi. Letaknya persis di sebelah ma’had santri putri. Walhasil, bisa dipastikan yang datang membeli nasinya adalah hanya santri putri. Seperti bu Anik dan Bu Endang, menu masakan Bu Am adalah ala rumahan dengan tempe yang menjadi lauk andalan. Harga minimalnya adalah Rp 5,000 untuk satu porsi. Di jam berapapun, Bu Am selalu membuka pintu untuk melayani kebutuhan nasi para santri. Sesekali di warung Bu Am menawarkan mie untuk pengganti nasi.

  1. Mba Izza

Mba Izza menjajakan dagangannya di gerobak yang hanya buka di pagi hari. Menu yang disajikan adalah nasi pecel dan urap-urap. Untuk satu porsi nasi pecel atau urap-urapnya, beliau memberikan harga khusus bagi santri, yaitu hanya Rp 5,000. Biasanya, para santri berbondong-bondong memburu pecel Mba Izza untuk sarapan selepas bubar ngaji pagi.

  1. Bu Bar

Bu Bar adalah julukan yang diberikan para santri. Hingga sekarang, tidak ada santri yang mengetahui nama asli beliau. Kata Bar diambil dari nama warung nya yaitu “Warung Barokah”. Meski demikian beliau tidak tersinggung dengan julukan tersebut. Beliau tetap melayani para santri dengan suka hati. Menu yang disajikan di warung beliau adalah lalapan dan hanya buka di sore hari hingga malam hari. Harganya sedikit mahal, santri harus punya Rp 7,000 untuk mendapat lalapan tahu tempe. Hal yang membuat para santri tidak berpaling dari lalapan Bu Bar adalah sambalnya, karena dibuat secara dadakan sehingga bisa request cita rasa sambal sesuai kesukaan. Jika hendak libur berdagang, bu Bar selalu memberi kabar kepada santri saat membeli.

  1. Bu Rujak

Tidak ada santri yang mengetahui nama asli penjual rujak ini. Di kalangan santri Nurul Huda Mergosono, baik putra maupun putri, Bu Rujak yang dimaksud adalah penjual rujak sayur yang rumahnya di belakang SD Mergosono 2. Bagi santri, Bu Rujak memberikan harga khusus yaitu Rp 8,000 meskipun harga aslinya sudah naik, yaitu sekitar Rp 12,000.

  1. Bu Lusi

Seperti Mba Izza, bu Lusi menjajakan dagangannya menggunakan gerobak. Menu yang disajikan di gerobak bu Lusi adalah lalapan. Bu Lusi mengenal semua santri baik santri lama maupun baru, baik putra maupun putri. Dengan Rp 5,000, santri bisa lebih hemat merogoh kantong untuk memeroleh seporsi lalapan tahu tempe di warung Bu Lusi.

  1. Bu Cantik

Julukan yang diberikan kepada penjual lalapan di pinggir jalan dekat gang menuju pondok ini adalah dari santri putri. Pasalnya istri penjual lalapan yang ikut serta berjualan ini berparas cantik. Meski tidak bisa request cita rasa sambel sendiri, sambal lalapan Bu Cantik memiliki daya tarik yang disukai para santri. Selain itu, kepala bebek yang harganya terjangkau merupakan salah satu menu favorit para santri.

  1. Pak Nasi Goreng

Pada suatu hari, penjual nasi goreng yang berjejeran dengan lalapan nasi Bu Cantik memberitakan promosi. Setiap malam Jum’at, ada diskon 50% khusus bagi santri. Kepada setiap santri yang membeli, beliau minta dibantu do’a agar lekas dikabulkan hajatnya untuk naik haji.

  1. Bu Teng

Bu Teng adalah penjual nasi campur di pasar kecil dekat pondok. Bu Teng bukanlah nama asli. Ini adalah nama julukan yang diberikan santri putri karena kiosnya berada di tengah-tengah, untuk membedakan dengan Bu Ping, alias ibu penjual nasi campur yang kiosnya di pinggir. Bu Teng memberikan harga khusus bagi santri dan memberi lebihan lauk dalam seporsi nasi.

Itulah 10 tempat beli makan di sekitar PP. Nurul Huda Mergosono yang bisa menambah informasi dan mengurangi kerisauan hati para santri.

 

Oleh: Tika Kartika (Santri Pondok Nurul Huda Mergosono Malang)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button