Mauizhah

Sebuah Pesan Dari Cicit Syaikhona Kholil Al-Bangkalani

Di satu daerah di pulau Madura..

Waktu itu, seorang pengusaha sedang mengadakan hajatan besar-besaran dalam rangka pernikahan anaknya. Layaknya orang-orang madura yang memang dikenal dengan kecintaan yang kuat terhadap ilmu dan ulama, ia mengundang puluhan Alim-Ulama dan para kiai dalam acara itu (termasuk abahku yang menyaksikan dan menceritakan kejadian ini)…

Sementara acara masih berjalan lancar, ketika akhirnya datang sebuah sepeda motor memasuki halaman acara, tepat di hadapan para kiai dan ulama. Dua orang itu langsung menjadi pusat perhatian. Yang satu pengemudi, satunya lagi seorang lelaki tua yang duduk di belakangnya. Lelaki itu memakai peci putih, kaos singlet, dan celana sederhana setinggi lutut layaknya seorang petani. Ia juga membawa senter kecil di tangannya.

Saat Almarhum KH. Abdullah Schal selesai membaca shalawat dan turun dari panggung, lelaki tua itu segera menaiki panggung. Tak ada satupun yang berani menegur atau menghalanginya. Semua seakan-akan sedang menunggu apa yang akan dilakukan orang ini.

Ia mengambil mic, dan mulai berceramah. Subhanallah..!! Dengan bahasa Arab yang fasih ia mulai mengkritik dan menasehati para ulama zaman sekarang yang mulai terlena oleh perkara-perkara duniawi. Sebuah pemandangan yang unik.  Di hadapan para kiai dan ulama, seorang kakek berpakaian petani bagaikan seorang syaikh yang sedang memberi petuah kepada murid-muridnya.

Selesai berceramah ia langsung menuju sepeda motornya. Supirnya sudah menunggu, Shobihul bait sampai menangis-nangis demi mengejar lelaki tua itu. Ia mencium tangannya lalu memberi sebuah amplop tebal yang entah berapa isinya. Lelaki tua itu menggeleng dan menolak mentah-mentah. Ia segera menaiki sepedanya dan beranjak pulang…

Lelaki tua itu adalah Kiai Kholilurrahman atau yang biasa dipanggil dengan Ra Lilur. Salah satu cicit mbah Kholil Bangkalan yang terkenal sebagai wali jadab. Mulai saat itu orang-orang yang dulu hanya mengetahui Ra Lilur sebagai sosok yang nyeleneh akhirnya mulai mengakui kealiman beliau, padahal konon beliau hanya pernah mondok selama tiga bulan.

Meski sulit ditemui, Alhamdulillah aku pernah bertemu beliau di kediamannya di desa Banjar (sekitar 15 menit dari rumahku). Wajah beliau persis seperti sabda Nabi ketika menerangkan ciri-ciri wali-wali Allah: “Mereka yang ketika dipandang wajahnya akan membuat kita ingat (tdk lalai) kepada Allah”

Bagiku beliau adalah sosok yg mewarisi kezuhudan Syaikhona Kholil. Beliau berpakaian seperti itu bukannya tanpa alasan, hanya ingin memberi pesan bahwa semua yang ada di dunia ini akan menuju ke-fana-an. Konon sambil menangis sesenggukan, beliau pernah berkata (dengan bahasa Arab) kepada salah satu tamunya:

“Kalau ulama sudah lupa kepada kedudukannya dan mencintai harta serta kemewahan, berat, berat, di hadapan Allah SWT. Dampaknya, mereka akan pecah. Ya, Allah, selamatkanlah mereka.”

Aku jadi teringat Kisah Syaikhona Kholil, yang saat itu baru mendapat hadiah sarung mewah dari salah satu pencintanya. Beliau malah menangis dan berkata:

“Aku takut ini akan mengurangi pahalaku kelak di akhirat” …

Ulama Akhirat seperti Ra Lilur ibarat Paku Bumi, yang dengannya Allah masih tetap menjaga Bumi ini dari datangnya adzab yang sudah menunggu akibat dosa-dosa yang dilakukan oleh para pendosa seperti kita..

ولولاهم بين الأنام لدكدكت * جبال و أرض لارتكاب الخطيئة ..

Semoga Allah selalu memberi beliau kesehatan dan afiah, memanjangkan umur beliau, dan senantiasa mengalirkan barokah beliau kepada kita semua…

* Ismael Amin Kholil,Tarim 7 April 2017

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button