NasionalUswah

Komunitas Pegon Temukan Kitab Langka Karya Syekh Nahrawi di Banyuwangi

Ayung Notonegoro menunjukkan kitab taqliq risalah isti’arat karya Syekh Nahrawi al-Banyumasi

Banyuwangi – Salah seorang ulama Nusantara yang terkemuka pada akhir abad XIX di Haramain adalah Syekh Nahrawi al-Banyumasi. Ia adalah guru besar di Masjidil Haram yang semasa dengan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syekh Mahfudz Termas. Ulama asal Banyumas asal Banyumas ini, juga merupakan guru dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan semasa belajar di Mekkah.

Sayangnya, kiprah Syekh Nahrawi yang cukup masyhur pada masanya itu, laksana hilang terkubur pada masa kini. Tak banyak catatan yang menulis tentang biografinya. Begitu pula dengan karya-karyanya. Direktur Islam Nusantara Center (ICN) Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam bukunya yang terbaru, Mahakarya Islam Nusantara (2017), hingga saat ini, masih belum menemukan karya intelektual Syekh Nahrawi.

Amirul Ulum, salah seorang penulis biografi ulama Nusantara, juga tak mencantumkan satu judul pun karya Syekh Nahrawi saat mengupas biografinya. Dalam bukunya, Ulama-Ulama Aswaja Nusantara yang Berpengaruh di Negeri Hijaz (2015), hanya menulis tentang Syekh Nahrawi sebagai guru besar di Masjidil Haram dan mursyid tarekat Syadiliyah saja. Tak disinggung sedikitpun tentang karyanya.

Di tengah “hilangnya” jejak intelektual putra KH. Harja Muhammad itu, Komunitas Pegon berhasil menemukan sebuah karya intelektual Syekh Nahrawi. Komunitas yang bergerak di dalam mendokumentasi dan mempublikasi sejarah pesantren dan Nahdlatul Ulama di Banyuwangi itu, menemukannya dari koleksi kitab KH. Abdullah Faqih, Cemoro, Songgon.

“Kami menemukannya saat memeriksa empat kardus dari tujuh kardus kitab peninggalan Kiai Faqih Cemoro,” ungkap Koordinator Komunitas Pegon Ayung Notonegoro saat ditemui di markasnya yang berada di kompleks Kantor PCNU Banyuwangi, Senin (10/7).

Kitab langka tersebut, terang Ayung, merupakan catatan (taqliq) dari Risalah Isti’arat karya Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, salah seorang mufti Mekkah dari madzab Syafiiyah yang menjadi guru para ulama besar di Indonesia. Termasuk juga Syekh Nahrawi sendiri. “Kitabnya hanya terdiri dari 8 halaman,” tutur Ayung.

Kitab tersebut, diterbitkan oleh Mathba’ah Taraqi al-Majidiyah al-Utsmaniyah di Mekkah pada 1331 H atau sekitar 1912 M. Penerbit ini, dikenal sebagai pencetak utama karya-karya ulama Nusantara di Mekkah yang dimiliki oleh adik ipar Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. “Di dalamnya tidak ada keterangan kapan Syekh Nahrawi memulai ataupun menyelesaikan karyanya tersebut,” papar Ayung.

Dengan ditemukannya kitab langka tersebut di Banyuwangi, Ayung meyakini bahwa keterlibatan ulama-ulama Banyuwangi pada awal abad ke-20 telah berjejaring dengan ulama lainnya. Tidak hanya di Nusantara, tapi juga di dunia.

“Banyak sebenarnya, kiai-kiai Banyuwangi pada masa awal abad ke-20 yang telah berjejaring dengan ulama-ulama besar Nusantara, bahkan hingga ke Haramain. Selain Kiai Faqih, ada juga Kiai Saleh Lateng, Kiai Syamsuri Singonegaran dan juga Kiai Manan Berasan,” jelasnya.

Akan tetapi, keluh Ayung, kiprah para kiai Banyuwangi tersebut tak banyak terungkap. Sehingga, kiprah kiai Banyuwangi seolah tak ada dalam perbincangan khazanah Islam Nusantara di Indonesia. “Atas keprihatinan ini, kami menginisiasi Komunitas Pegon,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button