ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Menanti Peran Aktif Santri dalam Kasus Unwanted Pregancy

Santri Peduli Permasalahan Bangsa
Santri Peduli Permasalahan Bangsa

 

Belajar kitab kuning di pondok pesantren, tidak saja bertujuan untuk tafaqquh fiddin (pemahaman dalam ajaran agama Islam), namun juga harus melek terhadap isu-isu sosial yang diperbincangkan luas di tengah masyarakat. Secara akademik, hal itu terlembagakan dalam majelis ilmu yang populer dikenal dengan sebutan bahsul masail. Dalam forum ini, santri mengkaji berbagai isu yang menjadi perhatian publik dengan pisau analisisnya berbasis kepada sumber rujukan yang paling terpercaya dan kredibel dari ajaran islam (al-Qur’an, Hadists, pendapat para ulama maupun literatur kitab kuning).

Inilah yang menjadikan santri selalu up to date dan tidak tertinggal dengan isu-isu aktual yang sedang “hots”. Salah satu isu tersebut yang sering menjadi kajian para santri adalah pemberlakuan drop-out pada siswi yang terdampak unwanted pregnancy (hamil yang tidak diinginkan). Keberadaan isu ini sangat dinantikan penjelasan rinci dan lengkap dari bahsul masail para santri. Sebab ini merupakan isu ketimpangan yang jarang mendapatkan perhatian dari kalangan santri. Alih-alih memberikan sanksi , isu seperti ini seakan dibiarkan dan justru lebih memposisikan siswi yang hamil sebagai “tragedi” tersebut. Lalu bagaimana seharusnya para santri harus berbicara dan menyikapi fenomena itu?

Mari kita mengenal lebih dekat tentang isu unwanted pregnancy sebagai diskusi santri dalam membincangkan problematika masalah kontemporer. Unwanted pregnancy merupakan fenomena yang terjadi karena adanya hubungan tidak bertanggung jawab dan pemerkosaan. Isu ini secara mainstream (arus utama) lebih banyak memposisikan perempuan sebagai pemicu kejadian. Jika kita mau melihat dan mempelajari lebih dalam mengenai penyebab unwanted pregnancy, santri bergerak aktif untuk mengkaji dan memberikan solusi yang terbaik bagi kemaslahatan umat. Santri tidak bisa membiarkan unwanted pregnancy sebagai perisitiwa yang lazim diketahui dan dibiarkan menguap.

Perlku adanya usaha preventif dari para santri dalam wujud pemberian referensi kitab kuning yang lebih mengedepankan faktor keadilan hukum dan penguatan nilai-nilai kemanusiaan bagi para korban terdampak unwanted pregnancy.  Para siswi yang mengalami unwanted pregnancy adalah korban bukan tersangka. Dengan pemutusan hak sekolah maka terlihat upaya memarjinalkan kaum wanita. Namun, bagaimana respond dan alasan dari pihak lembaga pendidikan dalam membuat kebijakan tersebut?

Umumnya pihak lembaga pendidikan menyatakan bahwa tidak ada upaya memarjinalkan siswi yang mengalami unwanted pregnancy. Mereka beralasan hanya melakukan upaya untuk menjaga dan merawat nilai yang berlaku dalam lingkungan lembaga pendidikan. Peran santri dalam memberikan wawasan keagamaan yang bersifat egalitet bauik kepada guru maupun siswa perlu dilakukan. Hal ini untuk merawat dan menjaga nilai-nilai kemanusiaann yang telah terbentuk di lembaga pendidikan. Hal itu dirasa sulit mengingat dari sudut pandang guru, dalam pemberlakuan sanksi drop out siswi yang mengalami unwanted pregnancy bukan hal perlu dikhawatirkan. Aspek terpenting yang patut dijaga di atas segala-galanya adalah nama baik dan reputasi lembaga pendidikan.

Fenomena unwated pregnancy memang tidak bisa dipungkiri dapat dikatakan bentuk kecacatan sosial. Sebagai seorang santri, sudah selayaknya ikut berdakwah agar unwanted pregnancy tidak boleh berulang secara terus menerus. Santri pun harus mampu mengedukasi masyarakat agar mampu untuk menjaga diri dan keluarganya agar tidak terdampak unwanted pregnancy. Namun, harus diketahui juga bahwa masyarakat juga tidak sepenuhnya dengan sadar melakukan hal tersebut. Santri saat ini bersama pondok pesantren juga harus mendengarkan dari sisi korban dan memberikan penyelesaian yang humanis.

Agar lembaga pendidikan, tidak mengusir serta merta berbagai pihak yang terkait dengan kasus unwanted pregnancy, hendaknya penguatan benteng mentalitas keagamaan perlu dilakukan. Caranya dengan mempelajari sumber ajaran Islam yang terkait dengan hal itu. Sudah saatnya, santri harus berperan lebih humanis dalam menyikapi masih banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan penghapusan kebijakan pemutusan sekolah terhadap siswi yang terdampak unwanted pregnancy. Namun, setidaknya mereka melakukan perannya untuk mendampingi siswi tersebut agar siap terjun dalam dunia masayarakat dan mandiri secara ekonomi.

Dari pengakuan para siswi yang terdampak unwanted pregnancy, mereka sadar dengan kesalahan mereka. Namun, mereka juga terjebak pada posisi rentan yang membutuhkan pendampingan dari lembaga pendidikan maupun pihak lain seperti santri. Pendampingan yang bisa dilakukan oleh santri dalam kasus unwanted pregnancy adalah penguatan nilai-nilai keagamaan kepada para korban. Setidaknya santri memberikan penguatan nilai keagamaan untuk menjadikan para korban bangkit dan optimis untuk merubah hidup yang lebih bermanfaat. Sedangkan di sisi lain, pihak lembaga pendidikan hendaknya melakukan pembekalan ketrampilan yang berguna untuk kemandirian siswi secara ekonomi.

Kebijakan memang sebuah hal yang harus dijalankan, namun juga harus disesuaikan dengan yang terdampak. Karena peraturan yang terlalu menekan justru akan menjadi ironi yang membelenggu Lembaga itu sendiri. Jika santri membiasakan diri untuk terlibat aktif baik sebagai pengkaji maupun pendampingan  ini menjadi motor agar eksistensi santri dihargai dan diaperesiasi setiap langka nyatanya. Belajar berharga dari kasus unwanted pregnancy ini adalah santri mampu menerima setiap fenomena tanpa harus memarjinalkan kaum tertentu. Pada akhirnya, ketegasan dalam kebijakan sangatlah perlu. Namun pendampingan dan pengarahan setelahnya juga sangat penting. Agar setiap korban yang mengalami unwanted pregnancy terpenuhi haknya.

 

Oleh: Annisa Putri, Santri Peduli Kesehatan Reproduksi

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button