ArtikelSerba-serbiWarta

Omnibuslaw dan Tantebuslaw

Kulihat udin sedang memegang smartphone-nya, sesekali kedua alisnya meruncing nampak kekesalan sedang menguasai dirinya. Kala itu, dia sedang duduk di lantai kamarnya dengan santai setelah berkeringat menyelesaikan tugas online sekolah. Karena penasaran, ku mencoba mendekatinya.

‘Kenapa din, sekolahmu bermasalah?’ tanyaku.

‘Ndak mas, kalau itu selalu bermasalah. Ini loh lagi rame di status wa banyak poster ajakan demo tolak omnibuslaw. Temanku sekolah banyak yang pingin berangkat turun ke lapangan untuk menyuarakan isu ini’. Jawabnya.

‘Kenapa dengan omnibuslaw?’ tanyaku dengan serius. Dia lalu menaruh hp-nya yang mahal itu lalu menghadapku seolah ingin berdiskusi serius.

‘Omnibuslaw itu jahat mas, kehadirnya omnibuslaw akan membuat buruh sengsara. Hak cuti mereka diambil, uang pesangon ditiadakan, THR dihilangkan, jam kerja juga akan semakin tinggi. Pokok omnibuslaw ini buat mereka menderita mas, mangkanya anak-anak geram dan pingin aksi ke lapangan untuk membela para buruh dan rakyat’. Jawab dia dengan tegas.

‘Kamu tau dari mana?’ tanyaku dengan iseng.

‘Di medsos sudah rame, akun influencer dan artis idolaku sudah terang terangan menolak ini. Belum lagi aku liat di status wa dan instastory temen rame-rame mengecam omnibuslaw.’ Jawabnya

‘Aku enggak bisa diam di sini mas, banyak rakyat yang harus kuperjuangkan. Diam tertindas atau bergerak melawan’. Jawabnya dengan berdiri dan berusaha meyakinkanku.

‘Kamu mau kemana?’

Dengan nada tinggi dia berkata ‘Ikut turun aksilah, kubuktikan kalau omnibuslaw itu jahat. Dia harus kita lawan. Awas aja kalau ketemu ya tak laporin tante-buslaw’.

Dia langsung beranjak dari kamar dan berangkat mengggunakan pakaian trendy. Seketika, pikiranku shock mendengarkan kalimat terakhit dia. Otakku terasa agak sulit dalam mencerna kalimat itu. Seolah bercanda tapi eksepresinya kok terlihat serius.

Sejak itu, aku percaya bahwa banyak milenial di luar sana yang tidak siap dengan hadirnya era disruptif media sosial. Mereka suka terbawa arus, terhipnotis dengan isu yang sebenarnya belum seratus persen benar dan baik. Prof Rhenald khasali menyebut ini sebagai Mobilisasi Orchrestasi (MO), di mana medsos sekarang menjadi arus utama isu yang terjadi di dunia nyata.

Belum lagi tentang kehidupan hedonis milenial yang bersifat gimmic tidak subsantif. Menjadikan gerakan sebagai tempat untuk update story dan ajang pamer di tongkrongan. Ini membuat emosional menjadi yang utama dan pertama. Padahal pengambilan sikap politik seperti ini harus melakukan kajian analisis yang dalam, menerima masukan para pakar, dan baca sumber berita terpecaya, bahkan untuk turun aksipun ada metode dan caranya sendiri bukan hanya ikut-ikutan.

Namun, aku menganggap udin termasuk di kategori wajar karena dia masuk pada masa puber politik. Puber politik adalah masa di mana orang baru masuk dalam dunia pembahasan politik. Layaknya pubertas, kadang emosional menjadi satu alasan utama dalam menilai kebijakan atau hiruk pikuk yang terjadi di Indonesia. Dan itu wajar untuk masuk satu step ke dalam tingkatan kedewasaan berpolitik. Setidaknya, dia tidak selalu bermain tik tok, tapi juga peka terhadap isu yang berkembang. Tidak salah sih, soal menganggap omnibuslaw itu suaminya tantebuslaw, itu yang kebangetan!

 

Sam Malik Handika

(Pengurus Cabang IPNU Kota Malang, Kapten Pimpinan Anak Cabang Lowokwaru, ex-Wakil II Pengurus Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi Unisma).

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button