Artikel

Ekspedisi Batin (8): Menggapai Purnama Hati dan Jiwa

Masih saja ketemu energi dan frekuensi negatif di sisa-sisa Pemilu 2024. Ada olokan, cemoohan, ujaran kebencian, hingga syakwa sangka yang belum jelas kesahihannya.

Energi itu masih kental. Negatif. Menyelimuti ruang-ruang media sosial yang akhirnya masuk ke ranah sanubari dan jiwa. Bentuknya ada video, kata, hingga ulasan dan statemen. Apalagi menjelang penetapan pemenang Pemilu 2024 oleh KPU hari-hari ini.

Sodok sana sini dengan argumennya masing-masing. Bukan cuma perdebatan di layar dialog, tapi juga penularan aura su’udan nan negatif.

Power puasa yang sesungguhnya menjadi momentum mengekang hawa nafsu amarah dan kebencian masih terjadi pada negasinya. Kalah dengan nafsu amarah dalam hati.

Puasa yang sejatinya mampu menjadi perisai bagi hati, mengusir pikiran negatif, membimbing jiwa ke pelukan ketenangan, belum bisa terinternalisasi. Puasa masih sekedar menahan raga dari lapar dan dahaga.

  • Transformasi ke Purnama Hati

Perjalanan batiniah saat puasa, di mana waktu bertransformasi menjadi medan introspeksi, sesungguhnya menjadi alat canggih untuk menggali ke dalam diri, menemukan harta tersembunyi yang berupa kebijaksanaan. Hasil wisdom yg memancarkan frekuensi positif, menarik benang-benang kebaikan sejajar dengan getaran semesta.

Perjalanan itu bisa tergambar lewat dimensi rasa yang dlaam. Semisal, dalam heningnya kita makan sahur dan qiyamul lail, serasa mengajak jiwa berdialog dengan semesta dan memahami ada tarik-menarik (law of attraction). Setiap hal positif yang dipelihara, setiap perbuatan baik yang dilakukan, menarik energi serupa. Membangun lingkaran kebaikan yang terus berkembang.

Di momen ini puasa pun mampu menjelma menjadi latihan stabilisasi frekuensi jiwa, menyesuaikan diri dengan harmoni alam semesta, membuahkan ketenangan dan kedamaian.

Ketika hari demi ahri Ramadan beranjak, ia tidak sekedar meninggalkan kenangan, tapi juga mengukir pelajaran dalam sanubari. Puasa membentuk karakter, membersihkan jiwa, dan mendidik pikiran untuk selalu berada dalam frekuensi positif yang mengundang kebaikan.

Ini adalah masa di mana setiap individu berkesempatan menata ulang narasi hidupnya. Mengisi setiap halaman dengan cerita kedamaian dan kebijaksanaan.

Kesucian hati yang diraih melalui puasa seperti air murni yang mengalir, mencuci kotoran jiwa, meninggalkan kejernihan yang menerangi setiap sudut pikiran. Renungan menjadi sajian utama, bukan hanya mengisi malam, melainkan juga menyediakan makanan bagi pemikiran, memberi kekuatan untuk menghadapi hari dengan bijak dan sabar.

Pancaran frekuensi positif dalam Ramadan mengajarkan tentang kekuatan pribadi yang dapat mengubah atmosfer sosial, membawa perubahan nyata ke dalam komunitas, lalu menyebarluaskan kebaikan yang berawal dari dalam diri setiap orang. Ini adalah bulan di mana setiap tarikan napas dan hembusan doa bukan hanya rutinitas, melainkan upaya sadar untuk memperbaiki diri dan lingkungan.

Dalam tiap langkah Ramadan, terdapat peluang untuk menyelami kedalaman diri, mengurai kekusutan masalah, dan menemukan kejernihan dalam kekacauan. Ayat demi ayat yang dibaca, doa yang dipanjatkan, tidak hanya ritual belaka. Ia merupakan tools dialog dengan kekuatan yang lebih besar, membuka wawasan tentang kehidupan dan keberadaan.

  • Menanam Purnama di Jiwa

Ramadan, dengan hikmahnya, membawa pesan tentang kesederhanaan dan kefanaan. Mengajarkan bahwa kehidupan ini sementara, dan yang abadi adalah bagaimana kita memanfaatkannya untuk kebaikan.

Setiap momen di bulan ini adalah undangan untuk menyelami kedalaman diri, merenungkan arti eksistensi, dan mengambil bagian dalam sinfonia kehidupan yang lebih besar.

Ramadan menyisakan jejak-jejak kebaikan dalam hati. Menjadi bintang penunjuk jalan yang menerangi hari-hari mendatang. Kita diajak untuk mengambil hikmah dari perjalanan ini, membawa esensi puasa ke dalam narasi kehidupan sehari-hari, menjadikan frekuensi positif sebagai gaya hidup. Kemudian menarik kebaikan dan kedamaian.

Esensi puasa pun terpatri dalam menjernihkan pikiran. Menyucikan hati. Dan menarik kebaikan ke dalam orbit kehidupan.

Ia menjadi jembatan antara dunia fana dan abadi. Mengajak setiap jiwa untuk berpartisipasi dalam drama kosmik, menari bersama alam semesta dalam irama kebaikan yang abadi. Ini bukan hanya tentang berpantang dari yang lahiriah, namun juga tentang memelihara kebun batin. Di mana setiap benih pikiran, kata, dan tindakan ditanam dengan kesadaran, dijaga dengan cinta, dan dipanen dengan kebijaksanaan. Ini adalah purnama jiwa yang memancarkan cahaya indah kehidupan.

Hasilnya, saat ke lulus perjalanan Ramadan nanti, tidak hanya tubuh yang merasa lebih ringan. Tapi juga jiwa yang menjadi lebih luas, pikiran yang lebih terbuka, dan hati yang lebih lapang. Semesta, dalam kesunyiannya, telah berbicara, memberikan pelajaran tentang ketahanan, kebaikan, dan cinta yang tak berujung.

Ramadan pun menjadi purnama di hati dan jiwa dalam keseharian dan aktivitas rutin sehari hari. Mengalirkan frekuensi positif ke dalam dan di sekitar. Mengubah kekosongan menjadi kesempurnaan, kesulitan menjadi kemudahan, dan kebingungan menjadi kejelasan. Lalu senantiasa mendorong kita untuk berkontribusi pada sinfoni kehidupan yang harmonis, damai, dan tenang di bumi nusantara tercinta. (*)

Khoirul Anwar

* Penulis adalah wakil ketua PCNU Kota Malang, pengurus LTN PBNU

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button