Serba-serbi

Lingsir Wengi, Cara Santri Nguri-Nguri Budaya Nusantara

MALANG-Ada banyak cara dilakukan para santri dalam rangka memperingati hari santri. Yang sedikit berbeda, salah satunya adalah even lingsir wengi yang diadakan di Pesantren Al Amin, Sukosari, Kabupaten Malang, Jum’at malam (27/10). Para santri, ustadz, dan kiai tumpek blek di even yang diselenggarakan BEM IAI Al Qolam dan komunitas Sabda Perubahan ini.

Acara ini unik karena acara tersebut semacam acara pagelaran budaya yang dihelat di pesantren. Karena temanya tentang hari santri, maka tema yang dipilih adalah Nracak Jejak Wali atau menapaki jejak wali songo.

Even Lingsir wengi ini baru pertama kali diadakan, rencananya even ini akan digelar tiap bulan. Tujuannya untuk nguri-nguri budaya Nusantara ditengah arus modernisasi yang kian menjadi-jadi. Karenanya, di acara ini aneka macam seni ditampilkan. Mulai dari orasi budaya, musikalisasi puisi, tari tradisional, teater, dan lain-lain.

Athok Lukman, dosen IAI Alqolam yang juga penggagas acara ini mengatakan, nama lingsir wengi diambil dari kidung Sunan Kalijaga. Dalam kudungnya, Sunan Kalijaga selalu memadukan nilai-nilai kehidupan dan nilai sufistik keislaman.”Kita ingin mempertahankan budaya Nusantara, karena budaya Nusantara adalah mutiara yang membuat kita sulit melupakan, terlalu tinggi nilai kandungannya untuk tidak di rawat dan di pelihara,” kata Gus Athok, sapaan akrabnya.

Hadir dalam acara tersebut diantaranya Abdullah Syam (Pendiri Pesantren Rakyat), M. Yasin Arif (Pendiri Sabda Perubahan) dan Ahmad Dhofir Zuhri (Rektor STF Al-Farabi). Selain itu ada beberapa perwakilan komunitas dan organisasi yang hadir yakni JNM (Jaringan Nahdliyin Muda), Lakpesdam NU Kabupaten Malang, PMII Cabang kab.Malang, GMNI, UKM Teater, Platinum, Mapala, As-surur dan lain-lain.

Sementara itu, Athiya, salah satu tim lingsir wengi mengatakan bahwa adanya acara seperti ini diharapkan mampu membendung budaya luar yang kurang bagus.”Acara ini murni di selenggarakan untuk menghidupkan kembali budaya luhur warisan para wali di tengah arus westernisasi” kata Athiyah.

Sedangkan KH Abdullah Sam dalam orasi budayanya lebih banyak menyinggung pentingnya menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).”Selama anak anak muda menjaga kebudayaan maka NKRI tidak akan terjajah oleh asing,” katanya penuh semangat.

Sementara itu, salah satu puisi yang membetot perhatian adalah puisi karya Yasin Arif. Puisi yang dibacakan penuh dengan penghayatan ini berjudul Zaman Terkutuk. Seperti ini salah satu bait dari puisi tersebut:

Aku terseret-seret zaman millennial

Telpon pintarku tiada henti merantai tangan

Hangat kebersamaan mendadak sunyi

Ramai-ramai kita menunduk pada layar

Gelombang kata-kata tanpa makna

membludak dari mulut cuma-cuma

Pendapat berhamburan tanpa nalar

Budaya tak menghidupkan jiwa

Anak muda mengkritik tanpa membaca

Guru berteori tanpa menginjak bumi

Tren menjadi konsumsi sehari-hari

Arus menggerus akar tradisi

Hidup tak berguna tak apa asal kaya

Kekayaan maha segala-galanya

Kekayaan menjadi puncak cita-cita

Kekayaan harkat dan martabat manusia.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button