ArtikelOpiniParamudaSerba-serbi

Bukti Kesetiaan Santri dalam Berbangsa dan Bernegara

Bukti Kesetiaan Santri dalam Berbangsa dan Bernegara

 

Kita tetap setia, tetap sedia

Mempertahankan Indonesia

Kita tetap setia tetap sedia

Membela negara kita

Sebagai warga negara Indonesia, siapa tak kenal dengan lagu ini. Lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak maupun orang dewasa dengan rasa suka cita. Bertepatan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi negara merdeka. Kemerdekaan tidak luput dari para pahlawan pendahulu kita yang bertarung nyawa memperjuangkan dan membela kemerdekaan negara sekaligus menyatakan dengan gagah berani bahwa Indonesia merdeka.

Memori sejarah para pejuang tidak bisa dilepaskan dari peran pejuang pendahulu kita di kalangan pondok pesantren. Dirumuskannya Resolusi Jihad 1945 oleh para kyai dalam menjaga dan mengawal kemerdekaan Indonesia merupakan ruh dari hari santri nasional yang ditetapkan pada 22 Oktober. Ini yang menjadi semangat santri sampai kini. Dengan ditetapkanya resolusi jihad Laskar Hizbullah (Tentara Allah) menjadi cerminan salah satu pergerakan kyai dan santri yang melaksanakan tugasnya untuk berjihad melawan sekutu. Tujuan sekutu tersebut hendak menduduki kembali bangsa Indonesia. Dahulu perjuangan santri dalam membela negara dilakukan dengan melawan penindasan, penjajahan dan merebut kemerdekaan. 74 tahun sudah usia kemerdekaan di genggaman santri dan seluruh rakyat Indonesia, perjuangan dan aksi bela negara tentu harus terus digaungkan. Tetapi zaman telah beralih dan musim sudah bertukar. Tidak boleh ada lagi pembelaan negara dengan pertumpahan darah. Perjuangan harus dilakukan relevan dengan masanya.

Santri zaman milenial kini tidak lagi bersusah payah merebut kemerdekaan. Hal itu bukan berarti hanya leyeh-leyeh menikmati hasil perjuangan para pahlawan, Aspek yang harus dilakukan sesuai dengan arti kata membela adalah merawat, menjaga baik-baik, memelihara, melepaskan dari bahaya, dan menolong. Sesuai dengan kewajiban warga negara untuk membela negaranya masing-masing, santripun harus merawat dan memelihara kemerdekaan negara, menjaga baik-baik persatuan dan kesatuan negara Indonesia tercinta.

Aksi bela negara bukan hanya dengan cara aksi turun jalan yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat yang berpikir seakan-akan aksi tersebut adalah hal yang paling ampuh untuk terus bertahan. Di kalangan pondok pesantren, bela negara dengan merawat kemerdekaan dapat dikakukan lewat pendidikan dengan cara terus tekun belajar. Tidak hanya kitab kuning saja yang dipelajari tetapi dalam semua hal, tekun belajar pelajaran di sekolah baik umum maupun agama. Tak hanya itu,santri juga belajar menghasilkan karya. Misalnya menghasilkan karya tulis yang dapat menuangkan pikiran atau pendapatnya lewat tulisan agar dapat dibaca oleh orang banyak. Karya apapun dihasilkan oleh santri. Tujuannya untuk melahirkan para santri yang benar-benar dapat menanamkan rasa nasionalisme yang tinggi dan dapat memunculkan sumberdaya manusia yang cerdas serta mampu menyaring informasi yang berasal dari pihak lain.

Setiap santri selalu patuh dan taat pada hukum yang berlaku. Di setiap pesantren pastinya mempunyai peraturan dan tata tertib tertulis yang harus dipatuhi oleh semua santri. Jika dilanggar akan ada sanki yang berlaku. Kebiasaan santri tidak lepas untuk mentaati peraturan, melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan yang ada di pesantren. Jiwa untuk patuh selallu terpatri dalam diri santri. Seikap itu terbawa hingga menjadi alumni nanti. Hal ini sebagai perwujudan rasa cinta dan bela negara karena dengan taat pada peraturan dapat menciptakan keamanan dan ketentraman di lingkungan sekitar.

Hal kecil lain di kalangan pondok pesantren yang dapat memberi nilai membela negara adalah menghilangkan tradisi meng-ghosob. Sebagai santri mungkin tidak asing dengan kata ghosob, yang jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan, menjadikan perilaku santri memiliki kesamaan dengan para kolonial zaman dahulu yang mengambil kepemilikan sumber daya alam (SDA) Indonesia. Jika mulai dari sekarang kita menghilangkan kebiasaan ghosop maka dapat membangun pribadi santri yang dicirikan dengan sumber daya manusia unggul dan nantinya dapat menghasilkan tokoh-tokoh yang jujur di Indonesia.

Cara membela negara lainnya adalah dengan merawat toleransi antar sesama. Pondok pesantren didirikan tidak hanya untuk mendidik para santri yang berasal dari masyarakat lokal saja, tetapi banyak juga dari masyarakat luar daerah, provinsi maupun dalam dan luar negeri. Santri juga berasal dari latar belakang ras, suku maupun adat budaya berbeda. Dari situlah, tidak jarang kemudian menyebabkan banyaknya pendapat dan pemikiran berbeda di kalangan santri. Aktivitas sehari-hari di pondok pesantren juga mengajarkan bagaimana para santri dapat menghargai dan menghormati kegiatan santri lainnya. Mereka berkumpul menjadi satu dan berbaur saling sharing, bercerita pengalaman dari berbagai di daerah asalnya.

Santri juga sangat dekat dengan sikap toleransi. Berbeda pilihan dalam perpolitikan dan menghargai hak politik orang lain adalah hal lumrah dalam kehidupan santri. Contoh kecil di pesantren terkait toleransi santri adalah pemilihan ketua pondok, kompleks bahkan kamar. Dalam lingkup yang sangat kecil pun setiap santri berhak memilih sesuai dengan hati nuraninya tanpa pengaruh dari santri lainnya. Tidak boleh ada rasa benci dan permusuhan karena berbeda pilihan. Siapapun pemenang dalam pemilihan kita harus menerimanya. Dari sinilah para santri belajar agar tertanam dalam dirinya rasa tanggung jawab mentradisikan toleransi politik di masyarakat, dan berharap tidak akan terulang lagi kerusuhan serupa pilpres 2019.

Toleransi beragama di pondok pesantren, misalnya dengan mengadakan seminar dengan tema toleransi beragama atau diadakan diskusi interfaith bersama siswi dari sekolah Kristen. Bisa juga mengadakan kunjungan ke berbagai rumah-rumah ibadah lain dengan harapan saling menyelaraskan pandangan kita dalam hidup berdampingan dengan agama lain. Inilah beberapa aksi santri yang mempunyai nilai bela negara tanpa penumpahan darah, dengan harapan dapat tertanam nilai-nilai nasionalisme pada diri masing-masing santri demi kemajuan bangsa dan negara.

 

Oleh: Arini Amala (Santri pesantren As-Sa’idiyah 1 Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur dan Alumni Universitas KH. Abdul Wahab Hasbullah (Unwaha) Jombang)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button