Opini

Sikap Toleransi Ditengah Pandemi

Sikap toleransi yang selama ini kita banggakan sebagai rakyat Indonesia yang multikultural sekarang sedang diuji. Toleransi yang dibangun atas dasar sama-sama pernah berjuang demi kata merdeka di Bumi Pertiwi perlahan kusut karena paradigma Pandemi. Sebagai anak bangsa yang beradab ditengah musibah global yang tidak dapat diperkirakan akhirnya ini, kita dipaksa menerima kondisi dengan kehidupan normal baru. Sikap-sikap yang selama ini kita anggap tidak sopan dengan menolak bersalaman, duduk berjauhan, bicara tanpa menunjukan wajah kerena kewajiban memakai masker dan lain sebagainya, kini dianggap Normal.

Tak hanya itu, kebiasaan berkumpul seperti tradisi dan ritual keagamaan pun kini dibatasi. Beberapa tempat ibadah pernah dijadikan cluster penyebaran virus dan menyababkan kebanyakan para pengurus tempat ibadah lainnya terpaksa menunda atau meniadakan rutinan yang biasa dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaahnya, namun masih banyak masyarakat dan jamaah tempat ibadah tersebut yang ngeyel dan tidak peduli.

Di sisi lain, dengan dalih kekhawatiran dan ketakutan, sikap intoleran dari anak bangsa yang dikenal multikultural ini mulai terlihat wajahnya. Penolakan pemakaman jenazah pasien yang terinfeksi di berbagai daerah serta pengusiran tenaga kesehatan dari tempat tinggalnya terjadi dimana-mana, bahkan keluarga-keluarga pasien pun mengalami diskriminasi hingga bullying oleh tetangga dan masyarakat sekitarnya.

Bicara tentang toleransi di tengah pandemi, kita bicara tentang bagaimana menata hati dengan kebiasaan baru yang diterapkan. Sikap ‘baper’ masyarakat awam terhadap masyarakat lain yang menerapkan protokol baru serta ketidakpedulian terhadap efek jangka panjang yang disebabkan oleh pandemi ini secara tidak langsung membuat kita mengkhianati toleransi itu sendiri. Pemahaman tentang sikap toleransi di tengah masyarakat yang hanya dengan cukup menghormati umat beragama lain beribadah sebagaimana mestinya dan saling menerima warna kulit yang berbeda, disebabkan karena selama ini, kebanyakan konflik yang memiliki rating tinggi sehingga dimuat di berbagai media hanya itu-itu saja.

Belajar sikap toleransi dari pandemi, kita sebagai “manusia” secara luas dalam berbagai sudut pandang dituntut untuk bagaimana ‘memanusiakan’ manusia lainnya. Salah satu contoh yang pasti ada di sekitar kita, memberikan support  moral terhadap pasien-pasien yang sedang berjuang serta tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan melawan virus juga merupakan sikap toleransi.

Kabar yang beredar ditengah masyarakat tentang konspirasi dan permainan anggaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bukan alasan untuk bersikap intoleran. Hargai perjuangan mereka, hargai pekerjaan dan keyakinan mereka karena meskipun kabar yang beredar itu benar adanya, kita tetap mencerminkan sebagai anak bangsa multikultural yang saling menghormati dan menghargai kehidupan sesama manusia baik kesehatan ataupun pekerjaannya.

Mirza Jundan Noor Fikry

(Pelajar NU Kota Malang)

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button