MALANG – Gelaran “I’tikaf Ramadhan dan Tadarus Fikroh Nahdliyyah” telah memasuki malam keenam. Topik pembahasan yang didasarkan pada kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” kali ini menyangkut kewajiban bermadzhab bagi Nahdliyyin dan mengikuti pandangan-pandangan mainstream (assawadul a’dzam).
KH. Asif Budairy, Wakil Ketua PCNU Kota Malang, menjadi narasumber atau pembaca (qori’) kitab karangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari tersebut. Pertemuan ini adalah kali kedua Gus Asif, sapaan akrabnya, menjadi pembaca kitab setelah sebelumnya membahas biografi pengarang kitab dan bab/fasal tentang konsep sunnah dan bid’ah dalam tradisi pemikiran pesantren (baca: Nahdlatul Ulama).
“Pada pertemuan sebelumnya, kita sudah mendapatkan pemahaman mengenai pengertian dari kata sunnah dan kata bid’ah. Masing-masing kedua istilah tersebut dibahas dari segi tinjauan pengertian bahasa dan pengertian istilah,” tandas kiai muda jebolan Pesantren Al-Islam Joresan Ponorogo tersebut.
Kemudian, dengan mengutip pendapat Hadratussyaikh dalam kitabnya, Gus Asif menjelaskan alasan-alasan kenapa Nahdliyyin harus bermadzhab kepada para mujtahid mutlak. Salah satu alasan yang diutarakan antara lain, Hadratussyaikh menyadari bahwa syarat menjadi mujtahid mutlak itu sangat berat untuk dipenuhi, apalagi dalam konteks Jawa atau Nusantara saat itu yang berada pada tekanan politik luar biasa selama penjajahan.
Masih menurut Mbah Hasyim, tegas Gus Asif, konsep pentingnya bermadzhab merupakan hasil dialektika kehidupandalam menyelesaikan problematika krisis multidimensi yang dialami oeh umat islam khususnya di Indonesia-Hijaz kala itu.
“Oleh sebab itu, Mbah Hasyim mememberikan solusi bagi kita untuk senantiasai berpegang teguh pada madzhab atau sering disebut tamadzhub kepada salah satu dari empat imam madzhab,” imbuh Sekretaris PCNU Kota Malang masa khidmad 2017-2022 itu.
Sebagaimana Mbah Hasyim, tegasnya, kalangan Nahdliyyin juga dianjurkan untuk mengikuti suri tauladan atau jejak khittah generasi salah yang sholeh yang mayoritas diikuti oleh umat Islam. Generasi ini sering dikenal dengan sebutan assawadul a’dzam yang sejalan dengan para ulama dua tanah suci yang mulia dan para ulama al Azhar.