Opini

Kalau Bukan Wali Tidak Akan Memutuskan Begitu…

Hari Usmayadi (Cak Usma), Ketua LTN PBNU

“Kalau bukan wali, tidak akan memutuskan begitu…”, cerita Gus Yahya pada suatu acara kepada sekelompok anggota komunitas nahdliyin culun yang kebanyakan bekerja sebagai karyawan.

“Kalau bukan wali, tidak akan memutuskan Nahdlatul Ulama bergabung ke Nasakom bersama PNI yang mewakili kelompok nasionalis dan PKI yang mewakili kelompok komunis”, kata kyai yang ngaku gus ini meneruskan.

“Waktu itu, mbah Wahab memutuskan Nahdlatul Ulama bergabung ke Nasakom, bukan karena dilandasi dendam setelah Nahdlatul Ulama sering ditipu, diperdaya, atau istilahnya sekarang itu, dikibuli kelompok Masyumi”, lanjutnya.

Dalam sejarah, kita bisa membuka banyak buku yang menceritakan betapa Nahdlatul Ulama sering dipecundangi dan ditipu oleh kelompok Masyumi. Silakan bila akan mengeksplor lebih lanjut.

“Mengapa Nahdlatul Ulama bergabung ke kelompok Nasakom? Jawabnya adalah untuk jangka panjang mengantisipasi dan menjaga persatuan kesatuan dalam rangka kemajuan Indonesia sebagai basis syarat negeri damai untuk beribadah.
Mengapa demikian?

PKI adalah organisasi yang memiliki pengalaman melakukan pemberontakan Indonesia, maka Nahdlatul Ulama tidak boleh membiarkan kelompok Nasionalis dikooptasi, dikuasai, dikendalikan sisi ideologisnya oleh kelompok Komunis, sehingga kelompok Nasionalis harus diberikan penyeimbang agamis dengan kehadiran Nahdlatul Ulama.

Keberadaan Nahdlatul Ulama di Nasakom juga mengantisipasi bila PKI dibubarkan, jangan sampai kelompok Nasionalis berhadap-hadapan dengan kelompok Islamis, yaitu bila Nahdlatul Ulama bergabung dengan Masyumi yang telah mengambil blok oposisi dengan pemerintah”, lanjut Gus Yahya sambil menyeruput kopi hitamnya menjeda cerita panjangnya.

“Nah, kita ini sekarang menikmati, kenyamanan beribadah dan berwarganegara Indonesia gara-gara berkah wali-wali NU yang memilih bersama Nasakom, kalau tidak, pada waktu PKI dibubarkan, maka yang terjadi adalah kelompok Nasionalis bertarung dengan kelompok Islamis didukung Nahdlatul Ulama, sehingga tidak beda dengan negara-negara Jazirah Arab sebelum menemui kehancurannya saat ini, yaitu tidak ada kelompok ketiga yang menjadi penyeimbang”, pungkas beliau.

Kelompok ketiga yang menjadi penyeimbang dalam bahasa guyonan Gus Mus kepada Gus Dur adalah satpam demi keamanan Indonesia.

Dalam buku Mozaik Dunia Arab, disebutkan: hanya negara yang memiliki kelompok yang tidak tercerabut dari kultur budayanya sajalah yang bisa bertahan dari pertarungan peradaban saat ini.

Wallahu’alam bishowwab.

Ditulis oleh: Cak Usma (Ketua LTN PBNU)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button