ArtikelHeadlineUswah

Lek Dikersakno, Mbesok Dek Surgo Yo Izin Ngawal Kiai

“Lek dikersakno Gusti Allah, aku yo pingin sampai nafas dek gulu iso ngawal kiai.”

Kalimat itu keluar dari bibir Abah Sugeng Sahir. Tak hanya sekali. Tapi berkali-kali. Saat sedang bicara santai. Pun ketika bicara serius.

Abah Sugeng Sahir, Sesepuh Banser Pengawal Suksesi 7 Ketua PCNU Kota Malang

Kalimatnya tegas. Jelas. Dan tidak mengada-ada. Tanpa tedeng aling-aling. Khas orang yang telah kenyang asam dapur hidup. Juga tulus keluar dari hati.

“Awak iki wes 74 tahun rek, opo maneh seng didoleki lek gak ngabdi nang kiai. Yo kan, opo maneh,” ucapnya lirih.

Abah Sugeng Sahir. Beliau ini sudak tak asing lagi. Baik di kalangan PCNU Kota Malang, pun oleh tokoh-tokoh NU di Malang. Apalagi di kalangan Banser dan Ansor. Wes kondang.

Usianya yang tak lagi muda tak membuat Abah Sugeng wegah. Usianya kini sudah 74 tahun. Lahir di era perang pasca kemerdekaan. Tepatnya tahun 1948 silam.

“Sek cilikan biyen wes wira wiri ngungsi nang gunung. Ono Londo agresi. Ngungsi kabeh mergo Malang wes diobong, sepi kabeh,” kenangnya.

Jiwa petualangannya yang sejak kecil ditempa kondisi dan keadaan yang keras menjadikan Abah Sugeng menjadi sosok yang berani dan tegar. Tak hanya saat muda. Tapi juga hingga sekarang.

Bekal penempaan dirinya yang kuat itulah yang membuat Abah Sugeng muda berkecimpung dalam gerakan pemuda Ansor. Waktu itu beliau berusia 23 tahun.

“Tahun 71 an wes dadi Ansor. Yo Banser sisan. Bareng Yai Hasyim (KH Hasyim Muzadi). Ngawal kiai-kiai sepuh,” kenangnya.

Tak cuma itu. Abah Sugeng juga turut mengawal Konfercab tahun 1971. Bahkan Abah Sugeng, sang Banser legendaris ini pulalah yang mengawal suksesi 7 ketua PCNU Kota Malang. Ada yang satu periode, ada pula yang dua periode.

Ketujuh ketua PCNU itu adalah Abah KH Hamid Umar, Abah KH Hasyim Muzadi, Abah KH Yusuf Zakaria, Abah Imam Hambali, Abah Dahlan Thamrin, KH Marzuki Mustamar, dan Gus Israqunnajah.

“Kabeh duwe kesaenan dewe-dewe. Duwe ciri khas dewe-dewe. Yo duwe kasekten dewe,” ucapnya.

Praktis, selama tujuh ketua PCNU Kota Malang, Abah Sugeng mengetahui betul karakternya masing-masing. Bahkan bisa dikatakan hafal.

Hafal tidak saja kebiasaannya saat menjadi ketua PCNU. Tapi juga ketika persiapan maju, terpilih jadi ketua, dan perjalanannya saat jadi ketua.

“Kabeh ketua NU Malang ini orangnya ikhlas-ikhlas. Tidak banyak tingkah. Punya ciri yang selalu didawuhkan para kiai-kiai sepuh NU,” katanya berapi-api. Kali ini menggunakan bahasa Indonesia. Yang juga tak kalah tegas dan mantab!.

Karenanya, di Konfercab ke-15 PCNU Kota Malang ini, Abah Sugeng pun wanti-wanti pada ketua dan pengurus NU terpilih nanti.

“Jangan menggunakan NU sebagai pancikan (tangga). Opo iku politik, jabatan, opo maneh golek urip. Wes gak bakal barokah umure,” pesan Abah Sugeng. Tabiik Bah! (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button