Malang, 26 Oktober 2023 – Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kota Malang, sukses menggelar acara Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Nurul Huda, Mergosono, Malang, pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Acara ini berpusat pada tema “Bahtsul Masail sebagai Ekspresi Peran Santri dalam ‘Indonesia’ dan ‘NU'”. Tema ini menekankan peran penting yang dimainkan oleh para pelajar Islam, atau santri, dalam membentuk lanskap budaya dan agama Indonesia serta dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
Acara tersebut dihadiri oleh Jajaran pengurus PCNU Kota Malang, KH. Abdullah Zainur Rouf, KH. Drs. M Athoillah Wijayanto, KH. Achmad Shampton, M.Ag, dan KH. Yazid Bustomi, S.Pd. Selain itu, acara ini dihadiri oleh delegasi MWC NU sekota Malang, utusan pondok pesantren baik dari kota maupun kabupaten Malang ,juga pesantren mahasiswa se Malang Raya.
Dalam pidato pembukaannya, KH. M Taqiyudin Alawy, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, menekankan isu-isu kontemporer yang memerlukan jawaban yang berakar pada hukum syariah Islam. Ia menyoroti bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan isu-isu ini adalah melalui Bahtsul Masail. Ia berharap bahwa keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam pertemuan ini dapat dirumuskan dan disebarkan kepada masyarakat luas untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang masalah-masalah yang memerlukan kepastian hukum dalam kerangka hukum Islam.
Ketua LBMNU Kota Malang, Ustadz Abdul Qodir menekankan keterkaitan tema acara dengan Hari Santri Nasional. Ia menjelaskan pemilihan Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Nurul Huda sebagai lokasi acara, merujuk pada peran berpengaruh almarhum KH. Masduqi Mahfudz, pendiri Pondok Pesantren Mergosono. KH. Masduqi memainkan peran kunci dalam mempopulerkan praktik Bahtsul Masail di Kota Malang. Saat ini, tokoh-tokoh terkemuka yang menduduki posisi strategis dalam struktur Cabang Kota Malang Nahdlatul Ulama, bermula dari ajaran beliau.
Selanjutnya, KH. Sampton Masduqi dalam kesempatan tersebut memberikan wawasan kepada semua peserta, tentang pentingnya memahami dengan mendalam pemikiran dan ajaran tokoh-tokoh sejarah, terutama dalam kaitannya dengan perjuangan sejarah bangsa dan pemimpin agama. Ia menekankan perlunya mempelajari tokoh-tokoh ini sambil mengambil pedoman dari teks-teks sejarah. Ia menyoroti bahwa sepanjang sejarah bangsa, banyak fatwa (pendapat hukum Islam) dari para ulama telah beradaptasi dengan konteks yang berubah, mencerminkan kepentingan terbaik dan maslahah (kebaikan publik) pada zamannya. Akibatnya, “fiqih siyasi” (hukum politik) menjadi alat efektif dalam mengatasi kebutuhan bangsa dan agama pada masa itu.
Acara Bahtsul Masail di Malang merayakan tradisi keilmuan Islam yang kaya dari NU dan berfungsi sebagai platform bagi santri untuk berurusan dengan isu-isu kontemporer yang mendesak, sambil menghormati peran penting mereka dalam masyarakat Indonesia dan dalam organisasi NU.