AswajaHeadline

Tradisi Sambut Ramadhan dengan Megengan

Sepuluh hari akhir bulan Sya’ban, tepatnya menjelang bulan Ramadhan atau posoan banyak ditemui di masyarakat, khususnya masyarakat Jawa tradisi megengan.

Apa itu megengan? Megengan, berasal dari bahasa Jawa yang berarti menahan. Definisi lain, berdasarkan tulisan Sutarto dalam Kamus Budaya dan Religi Tengger“megengan” artinya hari permulaan puasa dukun Tengger. Sehingga dari sini ada kemungkinan praktek megengan umat Islam di Jawa merupakan akulturasi budaya yang dilakukan pada masa awal penyebaran Islam di Jawa.

Sumber lain mengatakan tradisi megengan sendiri sudah diajarkan sejak zaman Sunan Kalijaga. Masyarakat yang ketika itu masih memasuki awal peralihan Hindu ke Islam, terbiasa melakukan upacara keagamaan yang bersama-sama dan identik dengan makanan ketika menyambut momen yang sakral.

Melihat fenomena ini, kanjeng Sunan Kalijaga menyarikan dan memilah-milah poin positif tradisi masyarakat Jawa, yakni kegemaran mereka untuk melakukan kegiatan secara gotong-royong dalam tradisi keagamaan. Mengingat bulan puasa adalah bulan yang penting dalam agama Islam, dimana satu bulan penuh umat muslim berpuasa dan menyucikan hati, maka nilai-nilai positif tradisi Jawa diakulturasikan.

Hal ini dilakukan dalam bentuk tradisi megengan, semata-mata agar awareness atau kesadaran dan semangat umat muslim menyambut bulan puasa bisa tumbuh. Ketika masyarakat secara kolektif ingat dengan akan hadirnya bulan puasa, mereka akan lebih mudah memberi semangat satu sama lain dan saling mengingatkan untuk giat beribadah. Dengan demikian, semakin banyak umat muslim yang memperbaiki kualitas imannya tanpa terbebani dan sekaligus bersemangat karena melakukannya bersama-sama.

Megengan sendiri prakteknya berbeda-beda setiap daerah dan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Awalnya, kebanyakan praktek megengan adalah dengan mengantarkan makanan (istilahnya ater-ater) ke semua tetangga sekitar. Ada pula yang megengan dengan berkumpul dan berdoa bersama.

Perubahan pelaksanaan megengan diedit dengan kesepakatan dan inisiatif masyarakat saat ini. Jika dulu ater-ater dilakukan pada hari yang sama, maka sekarang beberapa daerah mulai bergantian hari ater-ater agar tidak ada makanan yang mubazir. Di Pati, Jawa Tengah, megengan tidak hanya tasyakuran, bahkan disemarakkan dengan pasar malam, pertunjukan, bersih-bersih makam dan mushola, serta ater-ater kue apem. Di Gondanglegi, Malang, masyarakat megengan dengan gotong-royong membersihkan masjid, mengecat atau memperbaiki fasilitas masjid.

Berbagai bentuk megengan saat ini masih bisa kita temukan di sekeliling kita. Tradisi ini secara implisit mengandung banyak semangat Islami yang diajarkan Nabi Muhammad saw, di antaranya adalah silaturahim, bersedekah, serta berdakwah (mengajak kebaikan). Hadits atau dalil tentang sikap islami yang tersirat dalam megengan bisa ditelusuri secara online lewat islamuna.info

Semoga bermanfaat, wallohu a’lam

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button