EventHeadline

Surplus Aktor Politik, NU Minus Kreator Publik

MALANG – Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2019 menyebutkan jumlah warga NU mencapai 49,5 persen atau sekitar 108 juta orang dari jumlah penduduk muslim Indonesia yang berjumlah sekitar 229 juta. Jumlah ini bisa terus berkembang meskipun belum ada survei terbaru.

Dengan jumlah besar tersebut, NU disinyalir sebagai organisasi sosial (ormas) keagamaan terbesar di Indonesia, dan di beberapa daerah besar di dalamnya. Tak terkecuali di Kota Malang.

Kondisi inilah yang menjadi perhatian Lakpesdam PCNU Kota Malang untuk menyelenggarakan perhelatan Halaqoh Politik & Sekolah Kepemimpinan.

Dalam sambutan, KH. Dr. Isroqunnajah selaku Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Malang mengapresiasi kegiatan ini mengingat pihaknya sejak dulu sadar bahwa dalam tubuh NU yang besar ini, peran dan fungsi kepemimpinan belum maksimal di sektor-sektor publik di tengah banyaknya tokoh politik.

Menurutnya, selama ini NU lebih sering hadir sebatas sebagai pemeran pendukung atas keinginan para aktor politik. Namun belum sepenuhnya menjadi “miqot” bagi mereka. Sementara kepentingan mulia untuk perjuangan Islam dan kesejahteraan umat ada dalam benak NU.

“Sementara Islam diperjuangkan di atas dan di bawah meja. Di atas meja yakni melalui kebijakan politik yang berpihak pada umat, sedangkan di bawah meja yakni melalui proses komunikasi politik, ” imbuh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Merjosari tersebut.

Peserta diajak untuk membaca potensi diri yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan dalam ruang-ruang publik yang lebih luas. Sesi ini difasilitasi oleh Dr. Mohammad Mahpur, Wakil Ketua PCNU Kota Malang dan ahli Psikologi Sosial UIN Maliki Malang.

Mahpur menyebut ada tiga indikator sekaligus modal utama orang NU untuk berpartisipasi lebih aktif dalam ruang publik melalui jalur politik. Yang pertama adalah “well educated”, yakni pribadi yang berakal dan senantiasa hadir dalam kepentingan orang banyak.

“Yang kedua adalah smart network, yakni orang NU memiliki kesadaran strategis dan bukan hanya protes jalanan (ekstra parlementer). Dan, yang ketiga adalah kesadaran civil society, yakni memiliki visi untuk membangun kesejahteraan bersama,” tegas founder komunitas Kampus Desa tersebut.

Maka dari itu, lanjut Mapur, para kader NU sudah saatnya memiliki distingsi ketokohan sehingga kepercayaan publik tumbuh bersama dengan peran mereka sebagai aktor publik yang kompetens dalam berbagai aktor sosial, pemerintahan, politik, pejabat publik. Pelatihan ini menjadi stimulan agar para kader NU lebih profesional, kompetens, dan percaya diri dalam mengambil keputusan dan pengaruh publik.

Penutupan Halaqoh Politik & Sekolah Kepemimpinan yang digelar pada Sabtu (19/11/2022) ini turut menghadirkan KH. Mohammad Nafi (Wakil Rois Syuriah PCNU Kota Malang) dan Nyai Hikmah Bafaqih (Anggota DPRD Jawa Timur Dapil Malang Raya).

LTN-NU Kota Malang

Lembaga Ta'lif wan Nasyr PCNU Kota Malang

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button